Influencer Dengan Follower Di Bawah 10 Ribu Berpeluang Raih Penghasilan Tinggi, Bagaimana Caranya?

administrator

Edukasinewss – Jejaring sosial (social networking) banyak diminati oleh masyarakat khususnya pengguna smartphone untuk membangun interaksi. Mereka mungkin menghabiskan banyak waktu menggunakan aplikasi jejaring sosial, tetapi mereka memperoleh sedikit atau bahkan tidak sama sekali pendapatan dari aktivitas ini.

Bahkan, ada peluang nyata bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan dari media sosial yang mereka gunakan tanpa terlebih dahulu menjadi selebriti atau artis media sosial untuk menikmati penghasilan dari sponsorship merek.

Jadi bagaimana Anda menjadi seorang influencer tanpa menjadi artis yang hebat?

Influencer Marketing Hub (2022) memperkirakan total nilai pasar influencer marketing global akan mencapai $104 miliar atau setara dengan 1.493 triliun rupee (14.359 rupee per kurs dolar AS) pada tahun 2022.

Karena nilai PDB Indonesia menyumbang 1,28 persen dari PDB global, nilai bisnis industri influencer marketing di Indonesia bisa diperkirakan sekitar 14 triliun rupiah.

“Sayangnya, nilai nominal tidak didistribusikan secara merata ke setiap segmen karena influencer premium atau pembuat konten masih mendominasi pembagian dividen industri,” kata Jennifer Aang, pendiri CUIT Indonesia, sebuah startup yang berupaya memberikan Peluang bagi para influencer atau pembuat konten. Para Kreator Konten Biasa dalam keterangan tertulisnya yang dikeluarkan pada Kamis (28/4/2022).

Menurut Jennifer, teknologi sebenarnya memungkinkan pemerataan pendapatan di industri influencer marketing.

Pasalnya, pada kenyataannya, influencer kelas bawah atau biasa disebut hyper-influential influencer yang pengguna jejaring sosialnya memiliki jumlah pengikut kurang dari 10 ribu memiliki kelebihan, yakni kepribadian yang menarik.

Influencer dalam kategori ini memiliki karakteristik yang unik, ekspresif, dan orisinal. Hasil posting mereka juga berisi berbagai kategori mulai dari memasak, fashion, musik, game, dll hingga bertani.

“Namun sampai saat ini hal tersebut belum banyak diperhatikan oleh brand atau brand. Mereka belum banyak mendapat kesempatan untuk masuk ke dalam pie influencer marketing,” ujar Jennifer.

BACA JUGA  Pembuatan Antibodi Monoklonal Dilakukan Dengan Teknologi

Menurut Jennifer, dengan kepribadiannya yang unik, masyarakat biasa yang berstatus micro-influencer sebenarnya memberikan banyak pilihan bagi brand untuk bekerja sama dalam kegiatan pemasaran sesuai kebutuhannya.

Namun, untuk memungkinkan kolaborasi ini, merek harus didukung dengan data akurat tentang influencer hiperaktif sehingga mereka dapat menerapkan proses seleksi yang tepat dalam kegiatan pemasaran influencer mereka.

Data backstop sangat penting untuk menemukan solusi yang menghasilkan pertukaran simbiosis antara merek dan influencer yang sangat berpengaruh.

“Teknologi memungkinkan terciptanya data yang akurat sebagai bahan pertimbangan bagi brand untuk meningkatkan dana pemasarannya,” jelas Jennifer.

Bayangkan jika orang biasa juga mendapat Rp 14 miliar di industri influencer marketing, akan ada pemerataan pendapatan di Indonesia.

Ketidaksetaraan Digital

Beberapa waktu lalu, ekonom CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan penetrasi digital yang semakin masif justru memperlebar kesenjangan ketimpangan.

Bhima mengutip hasil survei Bank Dunia yang menemukan bahwa penetrasi digital di era pandemi hanya memberikan pendapatan masyarakat kelas bawah naik 1 persen, sedangkan peningkatan pendapatan kelas atas 24 persen.

“Masalah kita bukan hanya seberapa cepat pemulihan ekonomi Indonesia, tetapi masalah yang lebih mendasar adalah bahwa dengan adanya pandemi ini, ketimpangan semakin melebar. Yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin kaya. Miskin. “Epidemi masih akan mengganggu pertumbuhan ekonomi pada 2022,”

Artikel Terbaru

Leave a Comment