Khianat Pada Percaya Seperti Permanen Pada – Berita penyerahan Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 menyebar ke daerah Pekanbaru pada akhir Agustus 1945. Kabar tersebut diyakini benar karena tentara Jepang tampak ketakutan. . dan mereka menangis. Makino Susaboru adalah gubernur militer Jepang pada pertemuan tersebut
Bioskop Pekanbaru yang heboh mengumumkan bahwa Perang Asia Timur Raya telah dihentikan oleh Tenno Heika. Keputusan ini diambil untuk mencegah lebih banyak korban menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang.
Khianat Pada Percaya Seperti Permanen Pada
Perkembangan pemerintah akan diumumkan kemudian. Pengumuman itu disampaikan dengan wajah sangat marah. Apalagi di Pekanbaru, kabar tersebut menyebar setelah pengumuman resmi, dan masyarakat diketahui penuh dengan keraguan siapa yang akan menggantikan Jepang, Belanda, atau Belanda.
Hasil Kongres Pp Ipnu 2022 2025
Gambar 3. Latifa Tempo Doeloe Ile Dalam suasana ketidakpastian dan ketidakpastian, terdengar kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Meskipun masyarakat yang pada awalnya berada dalam situasi yang tidak pasti, menerima kabar ini dengan perasaan lega, namun tidak ada informasi konkret yang didapat. Beberapa perwakilan seperti Abdul Malik dan Bustaman diutus menemui rombongan pertama Bukittinggi, yakni Mohi, untuk mendapatkan informasi yang benar. Syafei dan Adinegoro. Namun, mereka (Sumber: suluhriau.com) kembali ke Pekanbaru tanpa membawa kabar yang diharapkan. Suasana ketidakpastian dan ketidakpercayaan berlangsung sekitar setengah bulan. Dalam konteks ini mantan pejabat Belanda seperti Aminuddin, Abdul Karim Keisi dan Seke Israel Kai Buho menghubungi pejabat Belanda di kamp tawanan Jepang. Sementara itu, kantor PTT di Pekanbaru menerima pengumuman tersebut pada akhir Agustus lalu. Suatu hari petugas PTT Azwar Apin antara lain menerima surat dari Bukittingg
Pada tanggal 17 Agustus 1945 diumumkan bahwa Indonesia merdeka, ketika Azwar Apin mendengar berita ini, ia segera menyebarkan berita tersebut kepada pemuda PTT lainnya R. Slamet, R. Yusuf, Datuk Mangku, Amir Hamza, R. Sumpeno, Ahmad Suko. dan lain-lain. pemimpin lokal lainnya untuk eksekutif dan manajer terkemuka. Sejak saat itu, pemuda PTT mulai memakai lambang merah putih di dada kiri. Para pemuda PTT Pekanbaru kerap diam-diam mendengar berita dari Pulau Jawa. Sementara itu, tiga anggota Gyu Gun datang ke Pekanbaru dari Bukittinggi, yakni Mansurdin, Nur Rauf dan Rajab. Peristiwa ini berlanjut hingga tanggal 29 Agustus 1945, dan pada pagi hari tanggal 30 Agustus 1945 ia membawa isi pamflet tersebut ke Pekanbaru, dimana ia langsung menempelkan pamflet tersebut. Orang-orang melihat ini dan membaca pamfletnya, sehingga orang-orang yakin bahwa Indonesia sudah merdeka. Melihat hal tersebut, polisi Jepang membongkar pamflet tersebut, menangkap Raazab dan Nur Rauf dan mengirim mereka kembali ke Bukittinggi. Polisi Jepang menuduh tentara Pemuda PTT melakukan pelanggaran keamanan dan mereka ditangkap secara paksa dan kemudian diadili, namun pemuda tersebut terus mempublikasikan, menginformasikan dan memprotes tentang perjuangan kemerdekaan. Karena tekanan dan kontrol dari pemerintah militer Jepang, pekerja PTT melakukan pemogokan. Apa yang sedang dialami dan dirasakan oleh pemuda dan masyarakat Pekanbaru adalah situasi yang berbahaya, oleh karena itu bendera merah putih dikibarkan untuk sementara waktu. Situasi ini membuat bingung masyarakat Riau pada umumnya dan masyarakat Pekanbaru pada khususnya dan khawatir masalah apa yang akan muncul. Sementara itu, para pemuda PTT mengadakan rapat dan akibatnya bendera merah putih harus segera dikibarkan di gedung PTT Pekanbaru. Nur Abu Salim mengutus manager PTT kepada Tuan Sakai untuk memberitahukan bahwa akan dikibarkan bendera merah putih di gedung PTT pada tanggal 15 September 1945. Ternyata, pemerintah Jepang melarang dan mengancam, Nippon juga bersenjata lengkap untuk berhati-hati. Kemudian Abu Salim menjawab: “Kami tidak meminta izin, kami berkata.” Semua pejabat di sana juga diundang untuk berpartisipasi dalam upacara resmi dan santai. Zalidar, saudara perempuan Basrul Jamal, menjahit kain merah putih yang diperoleh, dan pada malam tanggal 15 September 1945 pengibaran bendera dengan payung di atas gedung PTT. Setelah itu, upacara dihadiri oleh para pemuda dan warga, termasuk Tugimin, seorang pejabat urusan dalam negeri. Pimpinan acara adalah Basrul Jamal dan Abu Salim yang menjelaskan maksud dan tujuan acara. Suasana sangat meriah saat upacara pengibaran bendera, apalagi saat masyarakat menyanyikan lagu Indonesia Raya. Gerakan spontan ini dianut dengan antusias dalam segala aspek kehidupan. Sore harinya, pemuda dan tokoh setempat mengadakan pertemuan di kantor Gun Co untuk membahas pengumuman dan langkah selanjutnya, serta risiko yang mungkin mereka hadapi. Setelah banyak diskusi, diputuskan untuk mengadakan upacara resmi untuk mempromosikan Saka Meah Putih. Pemimpin pemuda dan masyarakat berjanji untuk mengambil semua risiko konsekuensi yang mungkin terjadi. Di atas
Pada tanggal 16 September 1945 diadakan rapat rakyat di kantor Su Kokan, dan San Sa memberi merah putih. Raden Yusuf dan Bustaman menjelaskan kepada publik bahwa kemerdekaan Indonesia akan diumumkan dalam rapat umum tersebut. Sementara itu, polisi Toegiman sedang membicarakan proklamasi kemerdekaan dengan teman-temannya. Kepala polisi Keisatsu Ko Ono juga diumumkan. Toegiman dengan berani memilih dirinya untuk memimpin kepolisian Indonesia di Pekanbaru. Karena Kesatsu Ko Ono adalah seorang polisi Jepang yang terpelajar dan akrab dengan gulat Indonesia, dia tidak menghentikan rencana Toegiman. Saat itu, dua pertiga dari 100 polisi di Pekanbaru dipengaruhi oleh Toegiman. Toegiman dan rekan-rekannya berencana mengibarkan bendera merah putih di depan Polres Pekanbaru. Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan senjata Jepang di kawasan Simpang Tiga. Masyarakat kemudian mengikuti langkah PTT revolusioner dan pemuda polisi. Semua rumah dan pasar di Pekanbaru mengibarkan bendera merah putih. Saat itu banyak anak muda berkumpul untuk mencari informasi untuk menghubungi pemerintah pusat di Jakarta. Pada akhir September 1945, pasukan Sekutu tiba dalam misi RAWI (Rehabilitasi Tahanan Perang dan Penahanan Sekutu) untuk merawat dan mengembalikan tahanan. perang Sebelum Sekutu tiba, pesawat RAF-Royal Air Force menjatuhkan perbekalan untuk membantu Belanda dan menghancurkan tiga pesawat tempur di lapangan udara Simpang Tiga. Mayor Langley memimpin pasukan gabungan yang tiba di Pekanbaru. Setelah memenangkan perang, Belanda berusaha sekuat tenaga untuk kembali menguasai Indonesia dengan bantuan pasukan sekutu, NIC (Netherlands Indische Civil Administration), yang sudah mulai menaklukan Tanjung Pinang. Mereka kemudian mendarat di Pekanbaru sebagai tentara sekutu. Kedatangan pasukan sekutu segera membawa angin segar bagi para tahanan yang keluar dari sel penjaranya dan berdemonstrasi di Pekanbaru. Mereka masih bisa berjalan bebas dan bertindak seperti tuan. Tak lama kemudian, mantan tahanan Jepang ini menjadi tentara bersenjata. Ketika Jepang menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, bendera Belanda dikibarkan di kantor polisi. Melihat kejadian tersebut, Toegiman Kesatsu memerintahkan Ko Margo untuk menurunkan bendera Belanda dan mengibarkan bendera merah putih serta mengumumkan dirinya sebagai Kapolri. Banyak petugas polisi yang tidak setuju dengan Toegiman, termasuk Kesei Takdare, yang melarikan diri untuk mencari perlindungan dari sekutu. Saka Merah Putih yang besar di dekat kantor Sue Kokan di Riau tidak bisa terbang lama karena tentara Sekutu memerintahkan Jepang untuk pergi. Awalnya para pemuda itu marah dan ingin menyerang Jepang karena berani menurunkan benderanya, namun berpikir bahwa tidak ada alasan untuk berperang dengan Jepang, lebih baik seorang teman mengundang mereka, berharap mereka diterima. mereka melakukannya .banyak hal. , seperti senjata dan peralatan militer lainnya.
Atas dasar pemikiran tersebut, para pemuda menempuh jalan lain, yakni mengibarkan bendera merah putih di kantor Riau Sue Kokan pada tengah malam. Anak-anak muda seperti Mansurdin, Misman, Toha Hanafi dan lain-lain diam-diam mulai mengibarkan bendera merah. Tiang bendera bertuliskan “Waspadalah terhadap Orang Mati” dengan tinta merah dan gambar tengkorak bertuliskan “Aliansi Hantu Kuburan” adalah organisasi pemuda khusus malam. Sejak itu Jepang tidak berani menembak, dan Saka Merah Putih terus terbang di kantor Riau Sue Kokan yang menjadi kantor Residen Republik Indonesia Riau. Dalam situasi genting, suasana tiba-tiba berubah menjadi hiruk pikuk ketika para pemuda PTT membagikan salinan surat Medan kepada Aminudin pro-Belanda, Gubernur Sumatera, Republik Indonesia, Tengku M. Hasan. Surat pertama tentang pengangkatan Aminuddin sebagai Residen Riau. Surat-surat lain berisi instruksi penting sebagai hasil dari Proklamasi Kemerdekaan. Surat-surat ini dikirimkan kepada Aminuddin, tetapi dia bungkam karena Aminuddin adalah seorang sarjana Belanda. Apa yang dilakukan Aminuddin membuat para pemuda itu lari ke anak tangga berikutnya yaitu rumah Aminuddin, namun Aminuddin sampai di kantor Xu Kokan, pemuda PTT langsung mengambil alih pemuda PTT yang langsung menegaskan siap menerima. instruksi Tengku. . M. Hasan sebagai Gubernur Sumatera. Ternyata Aminuddin tidak mau menjadi pemimpin rakyat Riau. Setelah kejadian itu, para pemuda dan rakyat sepakat memilih Abdul Malik sebagai residen Riau sebagai pemimpin perjuangan pembebasan. Abdul Malik saat itu bekerja di Gun Co Pekanbaru. Van Ghalib dan R.S. Sumpeno dan pemuda PTT lainnya langsung mendatangi kantor Abdul Malik dan membujuknya agar bersedia menjadi warga. Abdul