Mengapa Eugene Dubois Tertarik Melakukan Penelitian Manusia Purba Di Indonesia

admin 2

0 Comment

Link

Mengapa Eugene Dubois Tertarik Melakukan Penelitian Manusia Purba Di Indonesia – Tulungagung, IDN Times – Replika fosil tengkorak manusia purba Homo Vayakensis tiba di Tulungagug beberapa waktu lalu. Replika ini merupakan sumbangan dari Museum Naturalis Biodiversity Center di Leiden, Belanda. Fosil ini pertama kali ditemukan oleh seorang ahli pertambangan Belanda, BD Van Rietschoten pada tahun 1888. Selain itu, fosil ini diperiksa oleh arkeolog Eugene Dubois. Hanya sedikit orang yang tahu karakter peneliti ini. Dubois sendiri adalah seorang perwira KNIL yang terobsesi dengan teori evolusi Charles Darwin.

Direktur Kajian Sejarah, Sosial, dan Budaya (KS2B) Tulungagung, Trijono mengatakan, pria bernama lengkap Marie Eugene Francois Thomas Dubois ini lahir di Kota Eisden, Belanda 28 Januari 1858. Sejak kecil, Dubois memang tertarik dengan sejarah alam. Selama masa kuliahnya, Dubois memilih untuk belajar kedokteran dan lulus pada tahun 1884. Beberapa tahun kemudian, Dubois diangkat sebagai dosen anatomi di Universitas Amsterdam. “Saya sudah tertarik dengan sejarah alam sejak kecil dan menjadi dosen universitas sebelum bergabung dengan KNIL”, ujarnya, Minggu (11/12/2022).

Mengapa Eugene Dubois Tertarik Melakukan Penelitian Manusia Purba Di Indonesia

Salah satu hal yang membawanya ke titik penemuan Homo viakensis yang fenomenal ini berasal dari obsesinya sejak lama untuk membuktikan teori evolusi Charles Darwin, Alfred Russel Wallace, dan Haeckel. Hal ini kemudian membawanya ke Hindia Belanda. Keputusannya itu didasari oleh keyakinannya bahwa kawasan Asia merupakan tempat yang tepat untuk mencari fosil manusia. “Dubois sangat terobsesi dengan teori evolusi Charles Darwin sehingga dia mencoba membuktikannya,” katanya.

Jejak Prasejarah Di Sangiran

Dubois kemudian bergabung dengan Tentara Kerajaan KNIL sebagai dokter pada tahun 1887 dan ditempatkan pertama kali di Padang, Sumatera Barat. Dia menggunakan waktu luangnya untuk mencari dan menemukan fosil, yang merupakan tujuan awalnya datang ke Hindia Belanda. Dalam upaya itu, dia akhirnya dibebaskan dari masalah medis dan dipindahkan ke penelitian paleoantropologi di bawah yurisdiksi Departemen Studi Agama dan Seni. “Dubois kemudian melakukan ekspedisi pertamanya menggali gua-gua potensial di Sumatera Barat. Sayangnya, ekspedisi tersebut tidak membawa hasil yang diharapkan,” katanya.

Sekitar tahun 1888, Dubois mendengar dari Koninklijke Natuurkundige Vereniging di Nederlandsch-Indie (Perhimpunan Ilmu Pengetahuan Alam Kerajaan Hindia Belanda) tentang penemuan fosil manusia di daerah Wajak, Campurdarat, Tulungagug. Dubois kemudian meminta penghentian sementara aktivitas penambangan. Dubois kemudian berangkat ke Tulungagung untuk melakukan survey. Dari hasil penelitian diketahui bahwa fosil tengkorak ini merupakan spesies Homo Sapiens. “Selanjutnya diberi nama Homo Viacensis seperti yang dikenal saat ini,” pungkasnya. Pernah dengar situs manusia purba Sangiran? Kini Situs Manusia Purba Sangiran telah dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, yang tentunya membuat bangsa Indonesia sangat bangga. Pengakuan ini tentunya didasarkan pada beberapa pertimbangan yang kompleks. Salah satunya karena di kawasan ini terdapat ribuan sisa-sisa manusia purba yang menunjukkan proses kehidupan manusia di masa lampau. Sangiran menjadi bagian sentral dari kehidupan manusia purba. Beberapa studi pakar juga dilakukan di sekitar Sangiran. Beberapa penemuan fosil di Sangiran telah mendorong para ahli untuk melanjutkan penelitiannya, bahkan di luar Sangiran. Dari Sangiran kita mengenal berbagai jenis manusia purba di Indonesia. Setelah dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia, Situs Manusia Purba Sangiran dikembangkan sebagai pusat penelitian dalam dan luar negeri, serta sebagai tempat wisata. Selain itu, Sangiran juga memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, karena adanya pariwisata di daerah tersebut.

BACA JUGA  Pada Awalan Lompat Jauh Lebar Lintasannya Yaitu

Untuk memahami jenis dan ciri-ciri manusia purba di Indonesia, mari simak bacaan berikut ini. Untuk saat ini, sisa-sisa manusia purba yang paling banyak ditemukan di Pulau Jawa. Meskipun jelas ada di daerah lain, namun para peneliti belum menemukan sisa-sisa ini atau hanya sedikit yang ditemukan, misalnya di Flores. Beberapa penemuan penting fosil manusia di berbagai tempat dijelaskan di bawah ini.

Perjalanan sejarah perkembangan manusia di dunia tidak lepas dari adanya hamparan luas perbukitan tandus di perbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganiar. Tanah tersebut dikenal sebagai situs Sangiran. Buku Sangiran Menanggapi Dunia karya Harry Wyant dan Truman Simanjuntak menyatakan bahwa Sangiran adalah kompleks situs manusia purba Pleistosen terlengkap dan terpenting di Indonesia bahkan di Asia. Situs tersebut merupakan pusat perkembangan manusia dunia, yang memberi petunjuk tentang keberadaan manusia

Prayogies: Museum Trinil

Dari 150.000 tahun yang lalu. Wilayah Sangiran memiliki luas delapan kilometer arah utara-selatan dan tujuh kilometer arah timur-barat. Situs Sangiran merupakan kubah besar berupa cekungan besar di tengah kubah akibat erosi pada bagian atasnya. Kubah besar dicat dengan perbukitan. Kondisi deformasi geologis telah mengakibatkan terbongkarnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil manusia dan hewan purba, termasuk artefak. Berdasarkan material tanahnya, situs Sangiran terdiri dari endapan lempung hitam dan pasir fluvio-vulkanik, tanahnya tidak subur dan tampak kering pada musim kemarau. Sangiran adalah orang pertama yang memperkenalkan P.E.C. Perencanaan pada tahun 1864, dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalios, bagian dari wilayah Sangiran. Sejak Schemuling dilaporkan, situs tersebut tampaknya sudah lama dilupakan. Eugene Dubois juga datang ke Sangiran, namun ia kurang tertarik dengan situs-situs yang ada di kawasan Sangiran. Pada tahun 1934, Gustav Heinrich Ralf von Keningswald menemukan artefak litik di daerah Ngebung, sekitar dua km barat laut kubah Sangiran. Artefak litik inilah yang kemudian menjadi temuan penting bagi situs Sangiran. Sejak penemuan Von Koeningswald, situs Sangiran menjadi dikenal luas karena penemuan fosil Homo erectus secara sporadis dan berkesinambungan. Homo erectus adalah takson terpenting dalam sejarah manusia, sebelum memasuki fase manusia Homo sapiens, manusia modern. Situs Sangiran tidak hanya memberikan gambaran tentang evolusi fisik manusia, tetapi juga memberikan gambaran yang sebenarnya tentang evolusi budaya, hewan, dan lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai fosil yang ditemukan dalam deret geologi-stratigrafi yang terendapkan secara terus-menerus selama lebih dari dua juta tahun. Tempat Sangiran diakui sebagai salah satu pusat evolusi manusia di dunia. Situs ini secara resmi dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 1996, dan terdaftar sebagai 593 dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO.

BACA JUGA  Al Araf Ayat 54

Sebelum penemuannya di Trinil, Eugene Dubois mulai menemukan Pithecantropus erectus di Desa Kedungbrubus, sebuah desa terpencil di Kecamatan Pilangkengeng, Madiun, Jawa Timur. Desa ini terletak tepat di tengah hutan jati di lereng selatan gunung Kendeng. Ketika Dubois meneliti dua fosil horizon/lapisan di Kedungbrubus, ditemukan fragmen rahang yang pendek dan sangat gemuk, dengan sisa gigi premolar. Geraham depan menunjukkan ciri-ciri gigi manusia, bukan kera, yang mengarah pada kepercayaan bahwa fragmen rahang itu milik hominin. Pithecanthropus kemudian dikenal sebagai Pithecanthropus A. Trinil adalah sebuah desa di pinggir Bengawan Solo, di wilayah administratif Kabupaten Ngavi, Jawa Timur. Peninggalan arkeologi telah ditemukan di kawasan ini jauh sebelum Von Kenningswald menemukan Sangiran pada tahun 1934. Penggalian oleh Eugène Dubois di Trinil menghasilkan sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga bagi dunia sains. Penggalian Duboa dilakukan pada endapan aluvial Bengawan Solo. Dari lapisan ini terdapat atap

Tengkorak Pithecanthropus erectus dan beberapa tulang paha (utuh dan terpisah-pisah) menunjukkan bahwa pemiliknya berjalan tegak. Tengkorak Pithecanthropus erectus Trinilla sangat pendek, tetapi memanjang ke belakang. Volume otaknya sekitar 900 cc, antara otak monyet (600 cc) dan otak manusia modern (1200-1400 cc). Tulang depan sangat menonjol, dan ada penyempitan yang sangat jelas di belakang mata, menandakan otak yang kurang berkembang. Di bagian belakang kepala terlihat bentuk yang mengecil, yang diduga pemiliknya adalah seorang wanita. Berdasarkan kemerosotan sambungan antartulang tengkorak, diartikan sebagai orang dewasa.Selain tempat-tempat tersebut di atas, sisa-sisa manusia purba jenis ini juga ditemukan di Perning, Mojokert, Jawa Timur; Ngandong, Blora, Jawa Tengah; dan Terusmacan, Sragen, Jawa Tengah. Penemuan tengkorak anak-anak berusia sekitar 5 tahun oleh penduduk yang membantu penelitian Keningswald dan Dujfjes sungguh luar biasa. Hasilnya menjadi bahan diskusi yang menarik bagi para ilmuwan. Metode uji kalium-argon yang digunakan oleh Tengku Jakob dan Curtis pada batu apung yang ditemukan di sekitar fosil tengkorak menunjukkan angka 1,9 atau sekitar 0,4 juta tahun. Pengujian juga dilakukan dengan mengambil sampel endapan batu apung dari tengkorak dan menunjukkan angka 1,81 juta tahun. Hasil pemeriksaan tanggal-tanggal tersebut didiskusikan di antara para ahli dan perlu kajian lebih lanjut. Jika data ini benar, maka tengkorak anak Homo erectus asal Perning, Mojokerto ini merupakan spesimen Homo erectus tertua di Indonesia. Adakah dari kalian yang tertarik untuk mengikuti tes ini? Temuan Homo erectus juga ditemukan di Ngandong, sebuah desa di tepi Sungai Bengawan Solo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Tengkorak Homo erectus Ngandong berukuran besar dengan volume otak rata-rata 1.100 cc. Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa Homo erectus lebih maju daripada Homo erectus di Sangiran. Manusia Ngandong diperkirakan berusia antara 300.000-100.000 tahun. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dimungkinkan untuk merekonstruksi berbagai jenis manusia purba yang hidup pada masa pra-aksara.

BACA JUGA  Rudi Berbagi Bekal Dengan Temannya Apa Sikap Yang Ditunjukkan Rudi

Jenis manusia purba ini sebagian besar didasarkan pada penelitian Von Koeningswald di Sangiran pada tahun 1936 dan 1941, yang menemukan fosil besar rahang manusia. Berdasarkan hasil rekonstruksi ini, para ahli menamakan manusia jenis ini Meganthropus paleojavanicus, yang berarti manusia raksasa Jawa. Tipe manusia purba ini dicirikan oleh rahang yang kuat dan tubuh yang tegap. Jenis makanan manusia ini diperkirakan adalah tumbuh-tumbuhan. Umurnya diperkirakan pada zaman Pleistosen awal.

Siapakah Para Arkeolog Belanda Yang Melakukan Awal Penelitian Manusia Purba Di Indonesia?

Tipe orang ini berdasarkan penelitian Eugene Dubois pada tahun 1890 di Trinil, sebuah desa di pinggir Bengawan Solo, di wilayah Ngavi. Setelah rekonstruksi, kerangka manusia terbentuk, tetapi tanda-tanda kera masih terlihat. Inilah mengapa spesies ini disebut Pithecanthropus erectus, yang artinya manusia kera yang berjalan tegak. Spesies ini juga terdapat di Mojokert, sehingga disebut Pithecanthropus mojokertensis. Jenis manusia purba yang juga dikenal dengan keluarga Homo erectus ini banyak ditemukan di Indonesia. Jenis manusia purba ini diperkirakan hidup dan berevolusi sekitar Pleistosen Tengah

Penemu manusia purba di indonesia, alasan para ahli melakukan penelitian manusia purba di bantaran sungai, manusia purba di dunia, mengapa para ahli melakukan penelitian manusia purba di bantaran sungai, penelitian manusia purba di indonesia, manusia purba indonesia, penelitian manusia purba di trinil, manusia purba di sangiran, manusia purba di afrika, gambar manusia purba di indonesia, manusia purba di asia, manusia purba tertua di indonesia

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment