Apa Yang Dimaksud Souvenir Dan Objek Budaya Artefak

admin 2

0 Comment

Link

Apa Yang Dimaksud Souvenir Dan Objek Budaya Artefak – Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. Salah satu buku yang diterbitkan adalah buku “Peta Cagar Budaya Jawa Tengah”. Buku ini diterbitkan bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah dan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadja Mada (Prof. Samjati Atmusodera dan Redaktur). Buku ini ditampilkan di halaman ini karena tingginya permintaan.

Artefak adalah segala sesuatu yang dibuat oleh tangan manusia. Ada beberapa artefak buatan manusia untuk menggambarkan lingkungan kuno. Artefak jenis ini antara lain relief dan prasasti. Namun, tidak banyak jenis dan huruf yang berisi informasi rinci tentang lingkungan masa lalu. Berikut adalah relief dan prasasti yang dapat digunakan untuk menggambarkan lingkungan masa lampau.

Apa Yang Dimaksud Souvenir Dan Objek Budaya Artefak

Beberapa arkeolog berpendapat bahwa benda-benda yang tergambar pada relief candi dapat menjelaskan lingkungan sekitar bangunan candi pada masa itu. Namun, anggapan ini hanya mungkin terjadi jika reliefnya alami. Hal ini karena relief dengan gaya naturalistik menggambarkan sesuatu berdasarkan desain atau hiasan yang sebenarnya. Contoh relief gaya alam adalah relief yang terdapat di Candi Borobudur (abad ke-9 M) dan Candi Prambanan (abad ke-9 M). Dengan demikian, penggambaran lingkungan pada relief kedua candi tersebut dapat dijadikan sebagai informasi untuk rekonstruksi lingkungan purba Jawa Tengah yang sudah ada sejak kedua candi tersebut berdiri.

Top 10 Jelaskan Apa Yang Dimaksud Dengan Artefak Atau Objek Budaya? 2022

Berbagai kajian tentang Candi Borobudur dan Candi Prambanan memberikan gambaran tentang lingkungan alam kedua candi ini. Secara garis besar, lingkungan alam yang tergambar pada relief kedua candi dapat dibedakan menjadi lingkungan yang digunakan manusia untuk hidup, hutan, sungai, laut, kolam, sawah, kebun buah-buahan, dan digunakan pada lingkungan pemukiman. . Baik dalam setting istana maupun di atas gunung, terdapat penggambaran ruang manusia.

Berbagai jenis lingkungan dan berbagai jenis hewan dan tumbuhan juga digambarkan. Jenis hewan yang teridentifikasi pada relief kedua candi antara lain aneka ikan, berang-berang, biawak, kepiting, katak, ular, buaya, aneka burung, sapi, lembu, kambing, domba, monyet, babi, babi hutan, harimau, dan singa. , harimau, anjing, gajah, kuda, kelinci, tikus, rusa, tikus, kucing. Beberapa dari hewan ini digambarkan di habitat aslinya (misalnya di hutan, sungai, dan lautan), sementara yang lain digambarkan di hutan buatan, yaitu hewan peliharaan yang hidup berdekatan. Jenis hewan yang didefinisikan menurut kegunaannya dapat diklasifikasikan sebagai sumber makanan (baik hewan buruan maupun ternak), kendaraan, dan hewan ternak (klangen).

BACA JUGA  Belajar Renang Hendaknya Di Kolam Yang

Ragam tanaman yang dikenal dari candi Borobudur dan Prambanan antara lain kelapa, sivalan (?), beras, millet, barley, gula bit, millet, sukun, mangga, pisang, pinang, jeruk, dan durian. , Pandan. , asam jawa. , rumput, teka-teki, rando, angkasa, mawar, melati, teratai. Tanaman tersebut dapat dibagi menjadi tanaman yang digunakan sebagai sumber makanan, tanaman obat dan aromatik, bahan pakaian, dan tanaman hias.

Banyaknya relief Candi Borobudur tidak hanya menggambarkan kekayaan sumber daya alam tersebut di atas, tetapi juga menunjukkan kearifan manusia dalam mengelola lingkungan alam. Misalnya hibah seri IBA 336 memberikan contoh mengolah sawah menggunakan bajak yang ditarik oleh dua ekor lembu. Dijelaskan pula bahwa di sawah, masyarakat pada masa itu harus menjaga sawah dari serangan tikus yang merusak tanaman padi, terutama saat padi hampir siap panen (D Relief series O.65). Rupanya, tikus merupakan ancaman serius bagi petani saat itu, sehingga masyarakat terpaksa berburu tikus. Perincian perburuan tikus menggunakan anjing dan asap untuk menangkap tikus ditampilkan dalam relief seri O no. 87. Cara ini masih digunakan di banyak tempat di Jawa Tengah.

Agar Kelestarian Budaya Tidak Punah Generasi Muda Dapat Membuka Usaha Tradisional Dengan Melakukan

Pada masa Jawa Tengah Kuno, aktivitas manusia yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam tidak hanya ditunjukkan oleh aktivitas pertanian, tetapi juga aktivitas berburu, menangkap ikan, dan penyu. Candi Borobudur Seri O.74 memperlihatkan sekelompok orang sedang berburu babi hutan dengan menggunakan tombak. Relief Seri O No. 118 menggambarkan sekelompok orang berburu burung dengan panah. Juga rangkaian relief O No. 89 dan 109 menggambarkan adegan orang memancing dan menangkap ikan.

Menariknya, beberapa bagian dari rangkaian Borobudur merupakan adegan-adegan yang menjadi bagian dari cerita Karmavibanga. Rahat mengandung inti ajaran Karmaphala. Secara umum dijelaskan bahwa hanya ada satu akibat dari perbuatan baik dan buruk. Mereka yang mengekstraksi sumber daya alam juga akan diuntungkan. Dukungan Seri O no. Misalnya, 87 dan 109 menggambarkan orang yang menangkap ikan dan kura-kura serta akibatnya, yaitu membuangnya ke dalam api mendidih di kuali besar. Selain terkait dengan beberapa keyakinan yang mendasarinya, dua contoh gambar relief dapat diartikan sebagai peringatan tentang kelestarian lingkungan, eksploitasi berlebihan menjadi “dosa”.

BACA JUGA  Sim B1 Untuk Pengendara Apa

Sumber tertulis yang menggambarkan lingkungan purba Jawa Tengah adalah kronik TU abad ke-8 hingga ke-10. Di antara beberapa prasasti dari abad ini adalah Prasasti Kangal (732 TU) yang ditemukan di kompleks candi Gungokir (Montelan), yang memberikan gambaran tentang lingkungan Jawa. Jawa dikatakan sebagai daerah yang sangat subur yang menghasilkan banyak jelai, beras, dan emas. Uraian tentang kesuburan tanah Jawa dalam prasasti Chingal tercatat dalam catatan-catatan dari Dinasti Tang (618-906 TU) di Tiongkok. Catatan tersebut menjelaskan hasil pertanian Jawa sebagai barang dagangan seperti beras, gula kelapa, minyak kelapa, kapas, kesumba, pinang, mengkudu atau wangkudu (pewarna, tekstil, nila atau setara nila), bawang merah, bawang putih, dan keju. menjadi buah

Menurut penafsiran berbagai sumber tertulis, disimpulkan bahwa beras merupakan hasil pertanian utama yang menjadi sumber pangan utama masyarakat pada masa Kerajaan Mataram Kuno yang menduduki wilayah administratif Jawa Tengah sekarang. Peningkatan hasil padi ini disebabkan oleh kondisi geografis Jawa Tengah yang dapat diupayakan untuk mengembangkan sistem pertanian. Dari sejarah TU abad ke-9-10 ditemukan informasi bahwa masyarakat Mataram kuno bercocok tanam jenis sawah, sorgum, tegalan dan kebun. Sawah merupakan lahan pertanian padi yang menggunakan sistem irigasi. gag adalah daerah di mana padi ditanam tanpa irigasi. Tegalan adalah sejenis lahan pertanian bukan padi (biasanya untuk bercocok tanam) yang letaknya jauh dari pemukiman; Taman adalah area di sekitar rumah (disebut juga pekarangan) yang biasanya digunakan untuk menanam buah.

Yang Tidak Termasuk Ke Dalam Tahap Produksi Kerajinan Dari Kebudayaan Non Benda Adalah

Informasi tentang pengelolaan sumber daya alam juga diperoleh dari sumber surat. Toh boro atau pejabat yang mengatur perburuan, berbagai pajak yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam (misalnya pajak perburuan, pajak burung dan ikan, pajak tambang garam, pajak pembelian tanaman wungkudu) apakah ada jabatan. Pada masa Mataram lama, kepedulian terhadap kelestarian lingkungan mencerminkan kepedulian pemerintah kerajaan terhadap harkat dan martabat kehidupan masyarakat banyak.

Gambaran lingkungan di Jawa Tengah pada masa muda, yaitu ketika pengaruh Islam sedang berkembang, tidak banyak ditemukan dalam sumber-sumber tertulis. Ini mungkin karena dampak relatif dari proses geologis yang terjadi selama perubahan lingkungan, berlawanan dengan apa yang terjadi selama Pliosen-Pleistosen. Dengan kata lain, kondisi lingkungan relatif sama dengan lingkungan saat ini. Satu-satunya perubahan lingkungan adalah perubahan garis pantai di sepanjang pantai utara Jawa. Endapan yang mengalir dari sungai ke Wa Lut dengan cepat mendorong bibir pantai, sehingga Klenteng Sam Po Kong di Semarang yang tadinya dekat dengan pantai, kini jauh dari bibir pantai. Penelitian di wilayah bekas kerajaan Dimak menemukan bukti adanya perubahan garis tersebut. Peristiwa geologi lain yang terjadi saat ini adalah menyatunya Gunung Moria dengan Pulau Jawa.

BACA JUGA  Pequeno Texto Sobre O Racismo

Minimnya informasi tentang lingkungan pada masa pengaruh Islam mungkin menjadi alasan mengapa penulis memfokuskan diri pada pesatnya perkembangan kehidupan beragama pada saat itu daripada berfokus pada isu lingkungan. Bahkan, ada sebuah kitab sastra Sunda Kuno (abad 15-16 M) yang menceritakan tentang perjalanan Bujangga Manik, seorang pangeran dari keraton Pakwan, melalui pulau Jawa. Buku tersebut memuat banyak informasi tentang geografi kuno, tetapi tidak merinci lingkungan yang ada pada saat itu.

Beberapa kota yang disebutkan dalam buku tersebut terletak di Jawa Tengah. Kota tersebut meliputi daerah pinggiran Pemalang, Pekalangan, Batang, Semarang dan Dimak. Kajian terhadap letak kota-kota tersebut menunjukkan bahwa hingga abad ke-15 dan ke-16, dataran tinggi di pantai utara Jawa masih menunjukkan tingkat hunian yang tinggi, sehingga terdapat beberapa pemukiman di sepanjang pantai. Kota-kota bermunculan, beberapa di antaranya menjadi pusat kerajaan. Dimak) dan kota pelabuhan (Pemalang, Semarang, dll).

Benda Berikut Yang Termasuk Dalam Artefak Atau Budaya Lokal Yaitu

Fakta di atas membuktikan bahwa lingkungan pesisir utara Jawa sebagai daerah pelayaran yang subur tidak banyak berubah. Bahkan catatan Belanda abad ke-19 tentang TU menyebut pantai utara Jawa sebagai lahan subur yang cocok untuk kegiatan pertanian. Bukti ini berasal dari gambaran persawahan yang terbentang di sepanjang pantai utara Jawa.

Salah satu dari sedikit sumber tertulis yang memberikan informasi tentang lingkungan pada masa Mataram Islam adalah kitab Sulaka Tambang, yang juga dikenal dengan Sirat Sentini. Bagian dari takab yang ditulis pada masa pemerintahan Pacobono V (abad ke-18 TU) memberikan gambaran tentang iklim pedesaan di provinsi Prambanan.

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment