Balai Nan Panjang Dikenal Dengan Nama

administrator

0 Comment

Link

Balai Nan Panjang Dikenal Dengan Nama – Terletak di Nagari Sigando, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Masjid ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-17 dan tercatat sebagai masjid tertua di Padang Panjang. Arsitekturnya mengikuti bentuk masjid tradisional Minangkabau.

Struktur masjid tidak mengalami kerusakan berarti sejak pembangunannya, meskipun sempat terkena gempa besar pada tahun 1926 dan 2009. Renovasi yang dilakukan berupa penggantian atap dan dinding kurma tidak mengubah bentuk asli masjid. kaca. Ini telah ditetapkan sebagai situs warisan budaya oleh pemerintah Indonesia di bawah Badan Perlindungan Peninggalan Purbakala (BP3) untuk Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau.

Balai Nan Panjang Dikenal Dengan Nama

Pendahulu Masj Asasi berasal dari Masjid Datuk Kayo suku Koto Nan Baranam yang didirikan pada abad ke-17. Bangunannya terbuat dari kayu dengan atap ijuk. Dalam perjalanannya surau tersebut menjadi pusat peribadatan bagi masyarakat Nagari Ampek Koto yaitu Nagari Gunung, Paninjauan, Tambangan dan Jaho sehingga dijuluki Surau Gadang.

Sumber Jenon Tahun 2021 2022

Para tukang kayu tersebut berasal dari Nagari Pandai Sikek yang dikenal ahli dalam pertukangan dan ukiran. Penyelesaian bangunan diharapkan pada tahun 1775. Pada tahun 1912, langit-langit surau kurma diganti dengan seng. Tembok yang lapuk kemudian dipugar pada tahun 1956.

Salah satu ulama yang mengajar di Surau Gadang adalah Mohammad Zein. Ini mengajarkan orang bagaimana membaca ayat-ayat Alquran, pengetahuan umum seperti logika dan seni bela diri. Dulu dia belajar di Surau Haji Miskin. Ia ikut dalam Pemberontakan Belasting tahun 1908. Pada masa sebelum kemerdekaan, masjid ini menjadi basis pertumbuhan Islam karena keberadaan Madrasah Thawalib Gunuang yang terletak di sekitar masjid.

Hingga awal abad ke-20, masjid ini masih menjadi pusat kegiatan keagamaan masyarakat Nagari Ampek Koto. Namun, seiring bertambahnya jumlah penduduk, sejumlah surau juga diubah menjadi masjid, seperti Surau Ngalau, Surau Koto Katiak, Surau Lilin, dan Surau Lubuak Padang Maraplai.

Masj Asasi awalnya bernama Surau Gadang. Nama lembaga itu sendiri muncul setelah tahun 1950. Dasar berasal dari kata “permulaan” dalam bahasa Arab yang artinya dasar atau sesuatu yang menjadi sandaran.

Festifal Nan Jombang Ke 5 Bakti Budaya Djarum Foundation (fnjt3) Resmi Digelar

Aula utama bertumpu pada delapan pilar dan satu pilar di tengah. Tiang Macu berukuran lebih besar dari tiang lainnya dengan diameter 1,5 meter dan tinggi 15 meter, terbuat dari kayu yang dilapisi beton.

Dinding bangunan penuh dengan hiasan motif bunga, ukiran tradisional Minangkabau. Ada jendela ganda, masing-masing empat, di dinding utara dan selatan. Jendela serupa juga terdapat pada mihrab, masing-masing satu di sisi utara dan selatan mihrab.

BACA JUGA  Apa Persamaan Cara Kerja Organ Gerak Hewan Dan Manusia

Atap masjid terbuat dari seng bergelombang dengan tiga teras datar. Berbentuk limas, permukaan atapnya cekung, cocok untuk iklim tropis karena dapat mengalirkan air hujan lebih cepat. Langit-langit mihrab berbentuk lonjong, terpisah dari langit-langit ruang utama.

Masj Asasi terletak di sebidang tanah berukuran 25 x 22 m, ruang utama yang merupakan mushola memiliki denah berukuran 13,1 m x 13,1 m, ditinggikan sekitar satu meter dari permukaan tanah dan membentuk lubang. Mihrab digeser ke sisi barat, dengan denah berukuran 2,2 m x 4,6 m. Di sisi timur terdapat beranda berupa ruangan tertutup berukuran 5 m x 4,4 m tanpa jendela. Tangga masuk masjid terletak di sisi kiri dan kanan teras berupa cor beton.

Desa Wisata Sanjai

Aula serambi digunakan sebagai ruang pengurus masjid dan terpisah dari ruang utama. Di ruang belakang terdapat koleksi barang antik berupa brankas peninggalan Belanda dan beberapa halaman tafsir Al-Qur’an berhuruf Arab-Melayu.

Masjid ini dikelilingi pagar besi di selatan dan tembok di barat dan utara. Terdapat gapura di sebelah selatan untuk memasuki area masjid.

Selain bangunan utama, terdapat bangunan panggung di sebelah utara sebagai gudang beras. Bangunan ini digunakan untuk rumah drum kelapa.

Jemurannya di luar pagar, di bawah bangunan rumah Garin Masj. Sumber airnya berasal dari mata air di sekitar masjid yang oleh masyarakat disebut “bulaan”. Pintu masuknya ada di sebelah barat, dari tangga turun.Perjalanan berawal dari rasa penasaran saya dan rasa penasaran rekan-rekan komunitas Gubuak Kopi. Rasa penasaran tersebut terkait dengan kisah keberadaan Kuburan Tigo Baleh (KTB) dan Datuak Parapatiah Nan Sabatang di Solok. Keingintahuan ini juga membawa kami untuk pergi ke sana-sini untuk menemukan informasi. Kami menyebutnya wisata budaya

Asal Muasal Suku

Orang pertama yang kami temui adalah Datuak Rajo Bandan. Minggu kemarin (27 November) kami langsung ke kediamannya. Beliau adalah Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Selayo, jadi kami tidak kesulitan menemukan rumahnya, beliau hampir dikenal oleh seluruh Selayo. Kami yakin dia pasti sudah mengetahui banyak hal yang sebelumnya menggelitik rasa ingin tahu kami.

. Setelah memperkenalkan diri dan menyatakan tujuannya, dia mulai bercerita panjang lebar. Panas terik disana jelas tidak menyurutkan semangatnya. Menurutnya, KTB merupakan kelompok yang dipimpin oleh 13 datuk. Rakyatlah yang terhimpit akibat pemusatan kekuasaan yang dilakukan oleh Raja Pariangan saat itu (sekitar abad ke-12).

Mereka kemudian merantau ke Agam yang sekarang dikenal dengan nama Luhuang Tigo Baleh. Kemudian suatu hari kekacauan merajalela di Pariangan hingga para penguasa Pariangan merasa kewalahan menanganinya. Akhirnya beberapa kali dikirim utusan dari Pariangan untuk meminta bantuan 13 suku tersebut. setelah beberapa kali penolakan akhirnya mereka setuju dengan bantuan banyak kesepakatan, pada dasarnya mereka menginginkan martabat yang sama dengan para pemimpin Pariang, kemudian mereka diizinkan untuk membuka wilayah baru untuk pemukiman di mana mereka berhak melayani diri mereka sendiri tanpa ada campur tangan dari orang Pariang.

BACA JUGA  Apa Perbedaan Antara Forward Roll Dan Back Roll

Ketiga belas pemimpin tersebut adalah orang-orang yang memiliki pengaruh besar dan galak dalam peperangan. mereka berhasil menyelamatkan Pariangan dan Pengusa menepati janjinya. Dengan izin raja mereka melanjutkan perjalanan dan menduduki desa baru di luar Pariangan. Masing-masing pemimpin berpisah dan kemudian mendirikan desa-desa baru di dalam dan sekitar Solok. Solok Selayo adalah pusatnya, inilah tempat berkumpulnya Tiga Belas Pemimpin, sehingga kemudian Solok Selayo ditetapkan sebagai tempat lembaga tertinggi biasa sebagai tempat pertemuan pada masa itu.

Cerita Rakyat Nagari Salayo, Merawat Ingatan Peradaban Awal Para Leluhur

Nyonya Solokova, Tuan Selagio. Sebutan untuk kawasan pusat KTB ini. Kita juga tahu dari ceritanya bahwa Datuak Parapatiah Nan Sabatang juga menancapkan tongkat di perbatasan antara Solok dan Selayo. Staf sekarang tumbuh menjadi pohon besar. Tapi sayang tampilannya kurang terawat. Entah siapa yang harus disalahkan, mungkin kita termasuk pelakunya, sebagai generasi penerus tentunya wajib kita tonton. Kami sangat menyesal bahwa kami terlambat untuk ini.

Kecerobohan ini menjadi catatan teman-teman komunitas Gubuak Kopi, dimana mereka kemudian bermain sejenis goro bersama di tempat ini. Kembali ke topik tadi, kita mungkin masih bertanya-tanya apa itu KTB.

Istilah “Ku lempar Tigo baleh” tercipta dari dua arti kata tersebut. Yang pertama, “terbang jauh”, yang mengatakan bahwa istilah itu berasal dari “terbang” – “terbang” menjadi “terbang” (sayangnya saat ini istilah itu juga “bahasa Indonesia”) menjadi “Kubung”, artinya kurang dan kurang jelas). Sedangkan yang lainnya adalah “tigo baleh” yang mengacu pada angka yang menjadi kata “tiga belas” dalam bahasa Indonesia, yaitu jumlah pemimpin yang hijrah lebih awal. Berdasarkan arti kata di atas, sebagian orang mengartikan KTB sebagai sekumpulan orang yang keluar dari Pariangan. tetapi inti sebenarnya adalah orang-orang yang teralienasi oleh pemusatan kekuasaan. dimana pemahaman Musyawarah Mufakat yang akhir-akhir ini berkembang menjadi ideologi demokrasi juga mulai berkembang.

Datuak Parapatiah Nan Sabatang sangat tertarik dengan isu-isu demokrasi, selain dari luar negeri juga banyak belajar tentang benih-benih demokrasi di wilayah KTB ini. Pada abad ke-14, ia adalah orang pertama yang mengembangkan dan menyebarkan demokrasi di seluruh Kerajaan Minang. Hal ini membuatnya merasa sangat dekat dengan masyarakat KTB, ia juga sering mengunjungi daerah tersebut dan bermalam di Selayo hingga suatu hari ia jatuh sakit dan meninggal di Selayo.

BACA JUGA  Susu Hilo School Untuk Usia Berapa Tahun

Bpcb Sumatera Barat Dampingi Sdn 04 Kuburajo Belajar Cagar Budaya; Sebuah Upaya Mengenali Tinggalan Budaya Masa Silam Untuk Memperkukuh Karakter Generasi Bangsa

Dia masih memiliki banyak hal menarik untuk diceritakan kepada kita. Dia menjelaskan sebuah pertanyaan secara detail, tetapi kami masih memiliki pengetahuan yang lemah tentang pertanyaan umum, sehingga banyak hal yang tidak kami mengerti. Dia juga menyarankan kami untuk bertemu dengan karakter lain. Menurut ketua KAN, orang ini mengetahui pembahasan KTB lebih awal.

Dia tampaknya telah menyadari bahwa rasa ingin tahu kita belum berakhir. Ada begitu banyak hal yang perlu diketahui tentang sejarah pola budaya kita. Ini termasuk hubungannya dengan seni, rumah adat, balai adat, upacara pernikahan dan sebagainya. Mungkin hal ini akan kita bahas lebih detail di artikel selanjutnya.

Singkat cerita, keinginan untuk belajar membawa kami mengunjungi makam Datuak Parapatiah Nan Sabatang hari itu. Sayang sekali kita sudah selama ini meskipun sangat dekat. Sayang sekali mengetahuinya sekarang. Makam beliau berada di Selayo, Kab. Solo. Makamnya tampaknya cukup terpelihara dengan baik. Di sana kami melihat ada beberapa makam lain di samping makamnya. Sayang sekali tidak ada info tentang itu. Tempat itu sangat sepi sehingga kami juga tidak tahu harus bertanya kepada siapa. Jadi kami memutuskan untuk kembali ke tempat ini keesokan harinya, nanti.

Di tempat itu, ditemani kucingnya, kami berbincang panjang lebar. Cerita yang tidak mereka ketahui di mana pun. Sontak kami memprotes kebijakan pemerintah yang mengubah nama daerah Minangkabau menjadi bahasa Indonesia. Dan entah mengapa saya merasa harus sedikit mengatakan disini bahwa merubah nama tempat dan ungkapan Minangkabau menjadi bahasa Indonesia itu sangat buruk. Merusak nilai dan makna bahasa itu sendiri. Saya tidak bisa membayangkan Minangkabau akan berubah menjadi ”Minang Buffalo” di masa depan. Masalah kecil ini akan menjadi besar jika tidak segera diatasi. Seiring waktu, kami percaya itu akan memainkan peran besar dalam memudarnya identitas budaya kita. Mungkin yang ini

Mengenal 16 Pahlawan Nasional Dari Sumatra Barat

Program pengolah angka dikenal juga dengan nama, kain untuk membatik dikenal dengan nama, portable fire extinguisher dikenal dengan nama, misi penyebaran agama budha dikenal dengan nama, artemisinin di indonesia dikenal dengan nama, program kerja kabinet ampera dikenal dengan nama, gunung sinai dikenal dengan nama, algae culture dikenal dengan nama tanaman, rumah adat di papua dikenal dengan nama, malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu dikenal dengan nama jibril nama lainnya disebut dengan, pengobatan hiv aids dikenal dengan nama, politik adu domba belanda dikenal dengan nama

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment