Bentuk Perlawanan Sultan Agung Hanyakrakusuma

administrator

0 Comment

Link

Bentuk Perlawanan Sultan Agung Hanyakrakusuma – Sultan Agung Hanyokrokusumo lahir di Yogyakarta pada tahun 1613. Ketika berusia dua puluh dua tahun, putra Panembahan Seda Krapyak ini terpilih menjadi raja Kerajaan Mataram. Dia adalah raja ketiga kerajaan Islam Mataram. Sultan Agung yang juga merupakan cucu Panembahan Senapati (Danan Suthavijaya) dikenal rajin, cerdas dan alim dalam mengamalkan agama Islam. Kakek mereka yang lahir pada tahun 1591 adalah seorang ahli dinasti Mataram.

3 Sultan Agung adalah seorang raja yang mengetahui pentingnya persatuan di seluruh Jawa. Hampir seluruh pulau Jawa dari Pasuruan sampai Sirebon berhasil didiami di bawah kekuasaan Mataram. Juga berhasil merebut daerah pesisir seperti Surabaya dan nantinya tidak menjadi ancaman bagi negara Mataram. Dia menjalin hubungan baik dengan pemerintah lain di Indonesia, terutama dalam perdagangan.

Bentuk Perlawanan Sultan Agung Hanyakrakusuma

4 Pada masa pemerintahan Sultan Agung, perusahaan Belanda menguasai sebagian besar Indonesia, termasuk Jakarta, dan terus berusaha memperluas wilayahnya ke Indonesia timur. Selain VOC, ada juga pemerintahan Banten yang tidak tunduk pada Matara. Situasi ini mengancam stabilitas dan kebesaran Matara. Untuk mengatasi ancaman tersebut, langkah awal penyatuan seluruh Jawa adalah menaklukkan sejumlah wilayah di Jawa Timur. Maka, Lasem menyerah pada tahun Pasruan tahun berikutnya. Kemudian Tuban tahun 1619, Madura tahun 1624 dan Surabaya tahun 1625.

Kak Tolong Besok Di Kumpul ​

5 Karena berhasil menguasai kerajaan-kerajaan pesisir Jawa Timur, campur tangan penguasa asing untuk sementara diblokir. Politik lokal bekerja untuk mencegah raja-raja pesisir memberontak. Pada saat penyerbuan Madura, Pangeran Prasena yang takut menjadi kuat diperintahkan oleh Sultan Agung untuk tinggal di keraton Matara. Prasena diperlakukan dengan baik di istana dan menikahi Ratu Ibu, putri istana. Baru setelah menunjukkan kesetiaan kepada raja, Prasena diizinkan memerintah Madura dan diberi gelar Pangeran Chakraningrath I.

6 Dengan strategi ini, terjalin hubungan baik dengan berbagai wilayah taklukan. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan tidak merasa sebagai “komunitas bawahan” Mataram, tetapi menganggap diri mereka bertanggung jawab dan bermitra dalam membangun hubungan keluarga yang baik. Melalui upaya ini, banyak masyarakat di pulau Jawa yang mampu mendukung dan bersatu.

7 Untuk menghancurkan kedua musuhnya di Jawa Barat, Sultan Agung memutuskan bekerja sama dengan VOC untuk menghancurkan Banton. Dalam pandangan Sultan Agung, setelah Banten dihancurkan, VOC akan dilawan. Namun, Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC saat itu, menolak tawaran kerja sama tersebut. Coen sepertinya tahu jika kerajaan Banten bisa dihancurkan, persekutuan dagang itu akan menjadi sasaran Sultan Agung selanjutnya. Karena itu, VOC terus berkonflik dengan pemerintah dan memainkan perannya di semua monarki berikutnya. Raja yang memihak VOC akan didukung dengan pembayaran berupa pemberian sebagian kerajaan kepada pemerintah kolonial Belanda.

BACA JUGA  Bagaimana Cara Menanamkan Sikap Bersatu Saat Melakukan Musyawarah

Menerima penolakan tersebut, Sultan Agung tidak segera pergi. Ini melebihi jumlah tentara Mataram dan membuat rencana untuk menyerang Belanda di Jakarta. Sultan Agung adalah penguasa lokal pertama yang kuat dan sering berperang melawan Belanda. Serangan pertama dimulai pada 1628. Sultan Agung mengirimkan armada sebanyak 59 kapal dan pasukan darat sekitar 1.000 orang. Tentara melakukan perjalanan yang sangat panjang dari Yogyakarta ke Jakarta.

Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta

Beberapa prajurit juga memimpin jalan, termasuk Baurekso dan Tumenggung Suro Agul-agul. VOC mengirim pasukan untuk menghentikan penyerangan. Dalam pertempuran siang malam, Belanda dengan panjinya berhasil mengalahkan tentara Matara. Serangan pertama gagal.

10 Untuk kedua kalinya, pada tahun 1629, tentara Mataram kembali berbaris menuju Batavia dengan persiapan yang lebih baik. Kavaleri dilengkapi dengan gajah yang membawa senapan. Di banyak tempat seperti Tegal dan Cirebon, dibangun gudang untuk menyimpan makanan. Kota Batavia dikepung hebat. Artileri berat menghujani tembok Belanda. Tentara Mataram berhasil merebut benteng Belanda, tetapi tentara Sultan Agung tidak dapat mempertahankan benteng karena penyakit merajalela pada saat itu dan banyak tentara Mataram yang diserang dan terbunuh oleh wabah penyakit. Selain itu, Belanda dapat menyimpan bahan makanan kelompok Mataram dan membakarnya. Serangan kedua ini juga gagal.

11 Setelah serangan kedua, Sultan Agung tidak dapat lagi mengirim pasukan ke Belanda. Namun, raja tetap tidak mau berdamai dengan Belanda. Itu menutup kota-kota pelabuhan di pantai utara Jawa. Pelabuhan Jepara merupakan satu-satunya pelabuhan yang terbuka bagi dunia untuk perdagangan beras. Dia kembali ke Matara dan memperkuat keamanan rumah dan memajukan kemakmuran rakyat. Penutupan kota-kota pelabuhan seperti Surabaya, Tuban, dan Gresik menyebabkan pemerintah Mataram meninggalkan karakter “pertanian” (hidup dari hasil pertanian dan perdagangan laut).

Pemerintah menjadi pemerintahan internal yang hidup dari pertanian. Mataram terisolasi karena tidak memiliki hubungan dengan kekuatan lain kecuali Belanda. Sultan Agung wafat pada tahun 1645 setelah berhasil membawa Mataram menuju kejayaan. Menjelang akhir hayatnya, ia tetap tidak mau berdamai dengan VOC, meski ada usulan. Jenazahnya dimakamkan di Makam Raja-Raja di Mataram, Imogiri, selatan Yogyakarta. Penggantinya, Sunan Mangkurat I, segera berdamai dengan Belanda setelah kematian ayahnya, menjadikannya pemimpin politik Belanda divisi et impera (“perlawanan”, pecah belah dan kuasai).

BACA JUGA  Keliling Bangun Di Atas Adalah

Batik Parang Rusak Barong, Diciptakan Dan Dipakai Oleh Raja

Untuk mengoperasikan situs web ini, kami mencatat dan membagikan data pengguna dengan proses. Untuk menggunakan situs web ini, Anda harus menyetujui Kebijakan Privasi kami, termasuk Kebijakan Cookie kami. Lukisan “Pertempuran Sultan Agung dan J. P. Coen” karya S. Sudjojono dipajang di Museum Sejarah Jakarta. (/Novi Thedora)

, JAKARTA – Perjuangan pemerintah Matara untuk memperluas kekuasaannya masih panjang. Bagaimana tidak, yang mereka hadapi bukan lawan dari negaranya sendiri, melainkan penjajah Belanda yang telah menguasai Indonesia sejak tahun 1596. Upaya tersebut dapat dilihat secara detail oleh S. Sudjojono di Museum Sejarah Jakarta.

Lukisan berukuran 10 x 3 meter ini dipasang sejak dibukanya museum di kawasan Kota Tua pada tahun 1974. Berjudul ‘Pertempuran Antara Sultan Agung dan J. P. Cohen’, lukisan ini terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan proses pertempuran.

Di sisi kiri gambar, terlihat seorang pria duduk tegak, dikelilingi oleh orang-orang dengan kepala tertunduk. Gambar ini menunjukkan Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja ketiga Kerajaan Mataram, memimpin upacara seban atau rapat kerja dimana anggota keluarga kerajaan dan pejabat pemerintah datang untuk mengatur proses penyerangan.

Kerajaan Mataram Islam: Sejarah, Silsilah, Masa Kejayaan, Keruntuhan

Sementara itu, di sebelah kanan, sosok dua pria yang dikenal sebagai Bupati Tegal Raden Ronggo dan Gubernur Jenderal Belanda Jan Pieterszoon Coen berbicara di Pelabuhan Sunda Kelapa.

“Jadi, Raden Ronggo diutus Sultan Agung sebagai mata-mata atau penyamaran. Dia menyamar sebagai pedagang rempah-rempah, padahal sebenarnya sedang mencari kelemahan Belanda di Batavia untuk menyerang tentara Mataram,” Saparta, seorang pemandu perjalanan. Museum Sejarah Jakarta.

Bagian yang ditempatkan di tengah ini adalah gambar yang lebih besar di antara dua gambar lainnya. Gambar ini menunjukkan pertempuran tentara Mataram melawan Batavia pada tahun 1629. Pada gambar terlihat asap hitam yang menjelaskan bahwa pasukan Sultan Agung berhasil membakar Benteng Batavia. Ia mengatakan bahwa JP Cohn tewas dalam serangan itu.

Kisah perang ini tidak satu kali. Sapartha mengatakan bahwa serangan pertama dilakukan pada tahun 1628, tetapi pada saat itu tentara Mataram dikalahkan karena mata-mata menghancurkan perbekalan dan membuat tentara kelaparan. Tidak hanya itu, senjata yang digunakan pada masa itu tidak secanggih Belanda.

Ski_ma_kelas Xii_kskk_2020_compresspdf Pages 51 100

“Namun, Sultan Agung tidak menyerah. Ia kembali pada 1629 dan berhasil membakar Benteng Batavia,” kata Saparta, Selasa, 3 September 2019.

BACA JUGA  Paragraf Berikut Yang Merupakan Kutipan Teks Persuasi Adalah

Puluhan raja dan sultan dari 35 kerajaan di seluruh pulau menghadiri festival Kereta Kenkana untuk menandai berdirinya Yayasan Keraton Mataram di Solo, Jawa Tengah.

**Gempa di Cianjur telah merusak Bumi Pasundan, mari ringankan penderitaan saudara-saudara kita di Cianjur: Nomor Rekening BCA: 500 557 2000 A.N Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih. Bantuan akan diberikan dalam bentuk makanan, perawatan kesehatan, tempat tinggal dll. Kepedulian kita adalah harapan mereka.

Lahir pada tahun 1913, seniman ini tidak hanya ingin menunjukkan nilai perjuangan prajurit Indonesia, tetapi juga nilai persatuan yang ditampilkan di depan umum. Jika dilihat lebih dalam, penyerangan pasukan Sultan Agung tidak hanya di Matherin.

Sultan Agung Vs Jan Pieterzoon Coen

Saat itu, pemerintah Mataram mengirimkan pasukan gabungan dari Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Ini dimaksudkan untuk menyatukan orang sehingga mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti serangan pertama.

Sujojono mengilustrasikan perbedaan ini melalui pakaian adat yang dikenakan para prajurit. “Kalau kita lihat di sini misalnya, pakaian adat tentara Demak, Mataram dan Cirebon berbeda. Boneka, bahannya mirip petani. Semuanya menggambarkan keunikan daerahnya,” kata Spata.

Hal ini menunjukkan bahwa persatuan Indonesia telah ada sejak lama. Melalui gambar ini, pelukis yang dikenal sebagai bapak seni rupa modern Indonesia ini ingin menunjukkan bahwa dahulu kala tentara lokal berjuang bersama penjajah di Batavia.

Sudjojono ingin menjelaskan ini sebagai visi juara persatuan Indonesia. Meskipun berasal dari tempat dan budaya yang berbeda, bangsa Indonesia telah berjuang bersama untuk memperoleh kemerdekaan.

Kelas V_sd_ips_siti S

Gambar ini dibuat selama satu tahun dari tahun 1973 hingga 1974. Dalam proses pembuatannya, Sudjojono terlebih dahulu mencatat rangkaian peristiwa yang bersumber dari hasil penelitian. Digambar di atas kertas putih dengan menggunakan pulpen hitam.

Dari penyerangan pada lukisan tersebut, terlihat fotografer asal Kiseran, Sumatera Utara ini mencoba mengurutkan Sultan Agung Hanyokrokusumo dari duduk menjadi prajurit berperang. Meskipun belum berbentuk gambaran utuh, kita dapat menemukan makna yang linier.

Di luar sana, dalam

Pahlawan sultan agung, griyo sultan agung malang, d hotel sultan agung, bakpiaku sultan agung, sultan agung 78, rsi sultan agung, bentuk perlawanan, perlawanan sultan agung, hotel sultan agung jakarta, hotel sultan agung, phd sultan agung semarang, sultan agung raja mataram

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment