Pengertian Sosiologi Menurut Selo Soemardjan

administrator

0 Comment

Link

Pengertian Sosiologi Menurut Selo Soemardjan – Selo Soemardjan memiliki nama besar sebagai guru besar filsafat. Namun, saya akan mulai menggambarkan perilaku ini dengan penggunaan khusus anekdot.

Pernah, dalam sebuah percakapan, seorang narasumber mengatakan, “Begitulah perbedaan Jakarta dan Gunung Kidul, kampung halaman saya. Kalau orang mau bunuh diri di Wonogiri, Gunung Kidul, masyarakatnya menggunakan panggung. Ketika saya di sana, saya sering melihat orang bunuh diri menggunakan panggung itu.

Pengertian Sosiologi Menurut Selo Soemardjan

Menurut Kompas, 28 Februari 1984, pembicara melanjutkan, “Kalau di Jakarta, orang yang mau bunuh diri harus modern, tinggal di gedung lantai 14. Dia pasti mati. Jadi kalaupun dia bunuh diri , ada lebih banyak perkembangan!”

Sahabat Sosiologi: Interaksi Menurut Para Ahli

Itu. Banyak yang menyebutnya sebagai sosok yang selalu ceria, selalu ceria dan selalu bercanda, apalagi saat sedang berbicara.

Nama panggilannya adalah Soemardjan. Ia lahir pada tanggal 23 Mei 1915 di desa Ngasem, kecamatan Jeron Beteng, kompleks Keraton Sri Sultan Yogyakarta.

“Pak Selo” menjadi bagian dari identitas yang muncul kemudian. Sebagaimana ditulis dalam biografi Abrar Yusra dari Selo, Komat-Kamit Selo Soemardjan (1995), seruan ini ditemukan dalam pergaulan sehari-hari; panggilan yang datang dalam bentuk “tangan dan pengetahuan”. Terakhir, banyak orang mengira Selo adalah nama depannya.

Di satu kesempatan, Selo menjelaskan asal usul nama tersebut. “Selo, kata Jawa ini artinya batu. Apa yang dimaksud dengan Selo Soemardjan? Wah kalau itu karena pemberian Sultan Hamengku Buwono IX,” tulisnya

Pengertian Dan Ciri Ciri Sosiologi

Ia melanjutkan, “Waktu itu, setiap pendiri baru Kulonprogo, kalau camat hari ini, Sultan memberi nama Selo.” Ada Selo Ali, Selo Kromo, dan Selo lainnya. Untungnya, setiap kali Sultan tidak dalam kesulitan, yang mereka lakukan hanyalah meneriakkan Selo, dan mereka semua mendatanginya.”

Seperti biasa, ia menambahkan caption, “Jangan salah, ini bukan HB X tapi HB IX. Untuk HB X, ketika saya masih kecil, saya selalu melihatnya berlarian di sekitar istana memakai celana monyet. Saya tidak tahu sekarang, jangan pakai celana…” Kata-katanya langsung tenggelam oleh suara keras itu.

(1995:229), ada cerita dari pengalaman Desiree Zuraida, asistennya. Pada suatu ketika, Soemardjan membuka beasiswa pertama bagi siswa kurang mampu pada 8 September 1992.

“Buku yang dijadikan sebagai buku ajar Sosiologi adalah Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A,.” Kata Pak Selo Sambil menjelaskan gambaran tentang penulis buku yang tidak lain adalah mantan asistennya, beliau mengatakan “Akhirnya dia juga menjadi Guru Besar, ternyata posisinya lebih tinggi dari saya, dari pada akhirnya dia menjadi Guru Besar. yang mengatur program. Sosiologi tentu saja. Setelah lama di atas saya… eh… dia meninggal.”

Sosiologi Menurut Para Ahli Beserta Ciri, Hakikat, Dan Objek Kajian

Pak Selo juga dikenal sebagai orang yang lemah lembut. Pernah diminta jadi ahli Papua (dulu Irian Jaya). “Saya takut disebut ahli, hati juga akan disebut pemberontak. Untuk mencakarmu…(Grrr, penonton tertawa). Ya nanti bisa tidur,” kata Soemardjan via Kompas, 28 Agustus 1988.

BACA JUGA  Rumus Percepatan Sudut

Dia memang datang ke Irian Jaya pada 1984, tapi hanya empat hari. Saat itu, dia masih dalam posisi mensurvei hutan dan rawa Irian Jaya atas permintaan Menteri Dalam Negeri. “Bagaimana saya bisa dianggap ahli soal Irja,” katanya.

Lain waktu, lain cerita. Di ulang tahunnya yang ke-73, teman-teman dan koleganya menyiapkan presentasi berjudul Masyarakat dan Budaya, Kumpulan Esai untuk Prof. Selo Soemardjan. Penemunya adalah Harsya W. Bachtiar, seorang ilmuwan sosial Indonesia.

Pidato yang disampaikan saat itu, oleh Juwono Sudarsono, “Kita semua adalah ilmuwan sosial Indonesia yang berutang kepada Pak Selo.”

Sosiologi Kelas X

“Ketika Anda berbicara tentang ilmu sosial, saya hanya berteriak. Sejak kecil saya diajari menjadi abdi masyarakat, menjadi pemimpin masyarakat,” ujarnya, seperti tertulis dalam tulisan tersebut.

Ia juga pernah mengomentari alasan absennya sejarah tentang dirinya. “Sebagai orang Jawa, saya tidak nyaman atau tidak nyaman berbicara tentang diri saya sendiri. Jangan berpikir ingin pamer atau menonjol – sikap yang tidak terpuji di mata orang Jawa” (1995: p. 11).

Tentu para ilmuwan sosial tidak memuji Selo tanpa alasan. Beliau merupakan Doktor Sosiologi pertama di Indonesia yang lulus dari Cornell University, sekaligus Guru Besar Sosiologi pertama di Indonesia.

Pada tahun 1956, Pak Selo mendapat beasiswa dari Ford Foundation. Anda dapat mempelajari program pascasarjana sosiologi di Cornell University, Ithaca, New York. Tiga tahun kemudian, Pak Selo resmi menjadi Doktor Sosiologi. Disertasinya berjudul Perubahan Sosial di Yogyakarta.

Pengertian Sosiologi Dan Objek Studinya

Buku Pak Selo merupakan karya yang menggunakan metode ilmiah untuk menunjukkan “bagaimana orang Jawa, khususnya di wilayah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, mengalami perubahan sosial menurut orang Jawa itu sendiri” (1995: 7) Lebih dari itu, Selo berharga karena dia adalah orang Indonesia. Dulu, pertanyaan-pertanyaan ini sering ditulis oleh orang asing Indonesia.

Contohnya adalah George McTurnan Kahin. Orang Indonesia dari Cornell datang ke Indonesia pada tahun 1948. Ia menjadikan Yogyakarta sebagai tempat penelitian untuk tesisnya. Selo datang untuk membantu Kahin selama penyelidikannya. Kahin sendiri tidak bisa berbahasa Indonesia. Maka mau tidak mau, Pak Selo menanyakan kepada narasumber siapa yang menjadi sasaran Kahin.

“Ayo kita bertemu. Ajukan pertanyaan politik” kata Kahin, seperti yang dikatakan Pak Selo (1995: 233). Saat itu, Selo tidak mengerti maksud dari pertanyaan Kahin. Bahkan di kalangan politikus, Pak Selo diminta mengajukan pertanyaan seperti ini: “Siapa ayahmu? ?” “Dari mana asalmu?” “Keluargamu?” dan seterusnya.

BACA JUGA  Desa Sukamaju Terletak Di Sekitar Lereng Gunung

Buku Kahin, dibantu oleh pertanyaan-pertanyaan Selo, menjadi salah satu buku tentang sejarah dan kondisi sosial masyarakat Indonesia kuno. Kahin menerima gelar doktor dari Cornell pada tahun 1951 dengan judul Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia.

Tokoh Sosiologi Indonesia Dan Dunia Lengkap Dengan Teorinya

Selo mengaku terpengaruh dengan pengalaman itu. “Mungkin pengalaman saya sangat memengaruhi keberanian saya selama konflik ketika saya bepergian dengan George McT. Kahin sedang melakukan penelitian untuk tesis doktornya di bidang ilmu politik,” Abrar (1995:233) mengutipnya.

Selama belajar di Cornell, sebagai kegiatan kemahasiswaan pada umumnya, Pak Selo harus menulis buku. Ia pernah menerbitkan buku berjudul “Kementerian Ketertiban di Zaman Revolusi”.

Dia menulis secara rinci perubahan jabatan atau manajemen pada awal revolusi kemerdekaan Indonesia sejak 1945. Dia melihat perubahan di luar kantor yang mempengaruhi perubahan manajemen kantor (1995: 213).

Tulisan itu menarik minat salah seorang profesornya. Panggil Pak Selo. “Berdasarkan apa ceritamu?” tanya profesor. “Saya melihat diri saya sendiri, mengalami sendiri, Profesor!” jawab Pak Selo. “Wah, begitu. Itu. Tapi di sini jarang ditemukan materi tentang perubahan pemerintahan yang dibawa oleh pemberontakan,” jawab sang profesor.

Ciri Ciri Perubahan Sosial Dan Contohnya Di Sekitar Kita

Rupanya, pengalaman Pak Selo sebagai panelis (di bawah tingkat negara bagian) merupakan sumber penghasilan yang berharga untuk studi keterampilan komunikasi. Pak Selo memiliki pengalaman praktis dan di kelas Cornell ia menggabungkan pengalaman itu dengan pengetahuan.

Rekam jejak Pak Selo sebagai pegawai negeri tak hanya berbahaya. Tahun 1934-1935 menjadi sekretaris Kantor Kepatihan Kesultanan Yogyakarta. Antara 1935-1940 ia bekerja sebagai pesulap (Gediplomeerd Ambtenaar Inlandsch Bestuurs). Baru pada tahun 1940-1943 Pak Selo menjadi Panewu Lendah, di Kulon Progo, Kesultanan Yogyakarta. Setelah itu, pada tahun 1943-1950, Pak Selo menjadi Wedana di kantor Kepatihan Kesultanan Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta).

Dengan bantuan Prof . dr. Robin M. Williams, Jr., buku Pak Selo diterbitkan dalam Management Science Quarterly, volume II, No.2 (September, 1957).

Tapi, apa alasan Pak Selo belajar sosiologi? Orang tahu Pak Selo belum pernah menyelesaikan gelar sarjana sebelumnya. Bahkan dia sendiri sering mengatakan bahwa dia tidak tahu apa itu sains. Jawaban itu muncul saat ditanya oleh Harris dan Kahin dari Ford Foundation dalam sebuah wawancara.

Docx) 12 Pengertian Sosiologi Menurut Para Ahli

“Saya tidak begitu tahu apa itu Sosiologi. Tapi ini tentang masyarakat. Dan keinginan untuk belajar sosiologi agar saya bisa memahami masyarakat saya selalu berantakan. Sejak saya menjadi ketua komunitas, saya mengalami gejolak di masyarakat… makanya saya ingin belajar sosiologi”, kata Pak Selo sendiri (1995:213).

BACA JUGA  Sunan Kalijaga Berasal Dari Suku

Tapi, bisa juga kepekaan Pak Selo untuk mau terus memahami masyarakatnya tidak lebih dari perilakunya sebagai orang Jawa, perilaku seorang Kejawen.

Kejawen Pak Selo sudah terbentuk sejak kecil. Selain ibunya Djajenghukoro, orang lain yang berpengaruh adalah kakeknya K.R.T Padmonegoro. Soemardjan kecil tidak hanya belajar tentang kebiasaan berbahasa, kebiasaan makan atau minum, dan beberapa pantangan. Padahal ibumu sudah memberitahumu untuk tidak melakukan ini atau itu.

Pak Selo jujur ​​bahwa dia tidak melecehkan Kejawen seperti ibu atau kakek neneknya. Ia tidak mengamalkan Kejawen dalam model tirakat untuk memperoleh kekuatan tertentu.

Fungsi Sosiologi Bagi Masyarakat

“Tapi saya tidak pernah, misalnya saya tidak pernah berhenti atau mengambil buku di tengah malam. Saya juga tidak pernah masuk dan merasakan bagaimana rasanya menjadi pengikut kelompok kebatinan. , maksud saya semacam itu tindakan Kejawen yang tidak bertentangan dengan agama,” ujarnya (1995:213). “Kejawen saya awalnya hanya mengacu pada dimensi sosial.”

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kejawen memberikan banyak ilmu dan nilai tentang bagaimana bersikap diri sendiri, dan orang lain di tengah masyarakat. Juga termasuk cerita wayang dan perangai.

Banyak orang menganggap Selo – dengan menentang stereotip sebagai orang Jawa – tidak relevan bagi pemerintah. Padahal, anggapan ini sering dikaitkan dengan tradisi akademiknya dari Amerika. Dari beberapa mazhab sains kami menganggapnya kurang orisinal.

Pada tanggal 20 Maret 1963 ia diangkat sebagai Guru Besar Sosiologi, Guru Besar Kehormatan, di UI dengan tesis “Political Development as a Dynamic Driver of Economic Development”. Isu tersebut didasarkan pada permasalahan sosial ekonomi daerah, termasuk peranannya bagi pembangunan nasional.

Pengertian Perubahan Sosial Menurut Para Ahli

Selo tidak menggunakan tradisi Marxisme atau metode khusus asalnya. Selo Sosiologi hadir dengan menonjolkan ciri-ciri sistem sosial, lengkap dengan fungsinya; singkatnya Sekolah Talcott Parson. Jadi, orang mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin dari budaya mengkritik pemerintah? Juga, Selo selalu melayani pemerintah.

Namun, orang tampaknya harus meninjau kembali sebuah cerita pada tahun 1968. Konferensi dari pangkalan asing (Jerman Barat) menjadi kontroversial. Pasalnya, dalam konferensi itu, Pak Selo mengatakan bahwa di Indonesia ada kasus korupsi, “juga di kalangan atas” (1995: 213).

Kutipan dengan cepat menjadi alat yang hebat untuk pers. Pak Selo menjadi perbincangan di kota karena kami menganggap apa yang dia katakan adalah korupsi

Selo soemardjan, pengertian kebudayaan menurut selo soemardjan adalah, teori sosiologi menurut para ahli, selo soemardjan buku, definisi sosiologi menurut para ahli, sosiologi menurut selo soemardjan, teori sosiologi menurut selo soemardjan, pengertian perubahan sosial menurut selo soemardjan, pengertian sosiologi menurut auguste comte, sosiologi menurut para ahli, sosiologi menurut max weber, perubahan sosial menurut selo soemardjan

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment