Perlawanan Kaum Padri Ringkasan Perjuangan

administrator

0 Comment

Link

Perlawanan Kaum Padri Ringkasan Perjuangan – Artikel ini membutuhkan dokumentasi lebih lanjut untuk menunjukkan kualitasnya. Bantu kami menyempurnakan artikel ini dengan menambahkan sumber tepercaya. Kutipan tanpa sumber dapat disengketakan dan dihapus. Temukan sumber: “War of the Padres” – berita · jurnal · buku · sarjana · JSTOR

Perang Padri (juga dikenal sebagai Perang Minangkabau) adalah perang yang terjadi dari tahun 1803 hingga 1837 di Sumatera Barat, Indonesia, antara kaum Padri dan Adat. Padri adalah umat Islam yang ingin menerapkan Syariat Islam di negara Minangkabau di Sumatera Barat. Sementara warga termasuk pejabat dan tokoh adat hadir. Mereka meminta bantuan Jerman, yang kemudian datang untuk menyelamatkan pada tahun 1821 dan membantu penduduk setempat mengalahkan klan Padri.

Perlawanan Kaum Padri Ringkasan Perjuangan

Perang Padri dikatakan telah dimulai pada tahun 1803, sebelum intervensi Belanda, dan itu adalah konflik yang dimulai di Minangkabau ketika kaum Padri mulai menindas praktek-praktek yang dianggap tidak Islami. Namun setelah kerajaan Pagaruyung direbut oleh Tuanku Pasaman, salah seorang pemuka Padri pada tahun 1815, pada tanggal 21 Februari 1821 para bangsawan Minangkabau mengadakan perjanjian dengan Belanda di Padang untuk melawan kaum Padri.

Tuanku Imam Bonjol Dan Kisah Perjuangannya Di Perang Padri

Padri, seperti jihadis saat ini di Kekhalifahan Sokoto di Afrika Barat, adalah pendeta Islam yang melakukan ziarah ke Mekah dan kembali.

Dan inspirasi untuk membawa Alquran dan Syariah ke tempat terkemuka di Sumatera. Tarekat Padri didirikan pada awal abad ke-19 dan berusaha memurnikan budaya adat dan kepercayaan anggotanya yang dianggap non-Muslim.

Pada tahun 1820-an, Jerman tidak mengkonsolidasikan kepemilikan mereka di beberapa bagian Samudera Hindia (kemudian Indonesia) setelah diambil dari Inggris. Ini terutama terlihat di pulau Sumatera, di mana beberapa daerah tidak dikuasai Belanda hingga abad ke-20.

Setelah kepergian tiga ulama dari Makkah sekitar tahun 1803, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang, mereka menyatakan keinginannya untuk memperbaiki penerapan syariat Islam di masyarakat Minangkabau.

Perlawan Rakyat Aceh A. Masa Perjuangan B. Perjuangan Melawan C. Ringkasan Perjuangan 7.

Ketika Tuanku Nan Renceh mengetahui hal ini, dia sangat terkesan dan turun tangan untuk mendukung usulan ketiga ulama tersebut. Di kalangan ulama lain, delapan angka ini dikenal sebagai Harimau Nan Salapan (Delapan Harimau).

Harimau Nan Salapan kemudian meminta Tuanku Lintau yang dekat dan berkerabat dengan Yang Tuanku Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah untuk mengajak warga meninggalkan beberapa adat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam banyak perundingan tidak ada kesepakatan antara Padri dan warga. Konflik ini menimbulkan keresahan di banyak desa Kerajaan Pagaruyung, hingga pada tahun 1815 kaum Padri yang dipimpin oleh Tuanku Lintau menyerang Kerajaan Pagaruyung dan bertempur di Koto Tangah. Serangan ini memaksa Sultan Arifin Muningsyah turun tahta dan melarikan diri dari ibukota kerajaan.

BACA JUGA  Ibukota Brunei Darussalam

Catatan Thomas Stamford Raffles yang mengunjungi Pagaruyung pada tahun 1818, menyebutkan bahwa ia hanya menemukan reruntuhan istana kerajaan Pagaruyung yang terbakar.

Pada tanggal 21 Februari 1821, karena tekanan dan kenyataan bahwa Yang Tuan Pagaruyung berada di pengasingan, keponakannya, Sultan Alam Bagagarsyah, disertai banyak pemimpin pribumi, meminta bantuan Belanda. Namun, banyak masyarakat adat lainnya yang merasa Bagagarsyah tidak berhak mewakili Kerajaan Pagaruyung.

Tolong Bantu Apa Jawabanya​

Melalui permohonan bantuan tersebut Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Hindia Belanda dan mengangkat Sultan Tangkal Alam Bagagar sebagai Raja Muda Tanah Datar.

Sebagai bagian dari perjanjian bantuan Belanda, penduduk asli menyerahkan provinsi Simawang dan Terus Air kepada pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema pada bulan April 1821 di bawah komando Resen James du Puy di Padang.

Kemudian pada tanggal 8 Desember 1821 pasukan lain yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Raaff tiba untuk memperkuat pangkalan di daerah yang dikuasai.

Pada tanggal 4 Maret 1822, tentara Belanda yang dipimpin oleh Letkol. Raaff berhasil mengusir Padri dari Pagaruyung. Kemudian Jerman membangun benteng di Batusangkar yang disebut Benteng Van der Capellen, sedangkan kaum Padri mengumpulkan pasukan untuk bertempur di Lintau.

Buku Sejarah Perjuangan Bangsa

Pada tanggal 10 Juni 1822, pasukan Raaff yang menuju Tanjung Alam dihentikan oleh kaum Padri, namun tentara Belanda berhasil terus menyerang Luhak Agam. Pada tanggal 14 Agustus 1822, dalam pertempuran Baso, Kapten Goffinet terluka parah dan meninggal dunia pada tanggal 5 September 1822. Pada bulan September 1822, tentara Belanda terpaksa mundur ke Batusangkar karena terus menerus diserang oleh serangan Padri yang dipimpin oleh Tuanku Nan Renseh.

Setelah menerima pasukan tambahan pada tanggal 13 April 1823, Letkol. Raaff mencoba menyerang Lintau lagi, tetapi kaum Padri berjuang keras, sehingga pada tanggal 16 April 1823 tentara Jerman terpaksa kembali ke Batusangkar. Pada tahun 1824, Yang Tuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah kembali ke Pagaruyung atas permintaan Letkol. Raaff, namun pada tahun 1825 raja Minangkabau yang terakhir wafat dan dimakamkan di Pagaruyung.

BACA JUGA  Kapan Hari Girlfriend Day Sedunia 2021

Sementara itu, Raaff meninggal mendadak di Padang pada 17 April 1824 setelah menderita demam yang cukup parah.

Pada September 1824, pasukan Jerman di bawah pimpinan Mayor Frans Laemlin berhasil menguasai beberapa wilayah Luhak Agam, termasuk Koto Tuo dan Ampang Gadang. Mereka juga merebut Biaro dan Kapau, namun karena luka yang diterimanya pada bulan Desember 1824, Laemlin meninggal di Padang.

Perlawanan Indonesia Terhadap Belanda Sampai Awal Abad 20

Perlawanan yang dilakukan Padri cukup kuat sehingga sangat sulit bagi Jerman untuk mengalahkan mereka. Untuk itu pihak Jerman melalui penjajagannya di Padang mengajak para tokoh Padri yang saat itu dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai melalui “Perjanjian Masang” pada tanggal 15 November 1825.

Hal ini bisa dimaklumi karena pada saat yang sama pemerintah Hindia Belanda juga kehabisan uang untuk berperang di Eropa dan Jawa seperti Perang Diponegoro.

Pada masa gencatan permusuhan, Tuanku Imamu Bonjol berusaha memulihkan kekuasaan dan berusaha menampung kembali penduduk pribumi. Akhirnya perjanjian itu dikenal dengan nama “Sumpah Satie Bukik Marapalam” di Bukit Marapalam Kabupaten Tanah Datar yang meliputi perjanjian Basandi Syarak Adat, Syarak Basandi Kitabullah yang artinya Adat Minangkabau berlandaskan Islam sedangkan Islam berlandaskan Al-Qor ‘sebuah.

Tuanku Imam Bonjol yang bernama asli Muhammad Shahab muncul sebagai pemimpin perang Padri setelah diangkat oleh Tuanku Nan Renceh sebagai Imam di Bonjol.

Perjuangan Pahlawan Dalam Meraih Kemerdekaan Bangsa Indonesia

Selama pemerintahannya, ia mulai menyesali beberapa perbuatan buruk yang dilakukan kaum Padri terhadap saudara-saudaranya sebagai kenangan. Meski di sisi lain fanatisme ini juga melahirkan sikap keberanian dan patriotisme.

Perang Padri II 1831-1838 [sunting | Ganti sumber] Jatuhnya Luhak Nan Tigo 1831-1833 [sunting | ubah sumber]

Dengan berakhirnya Perang Diponegoro dan pulihnya kekuasaan Belanda di Jawa, pemerintah Hindia Belanda kembali berusaha mengambil alih Padri. Hal ini terutama didasari oleh keinginan yang kuat untuk menguasai pertanian kopi yang berkembang di negeri Minangkabau (daerah Darek). Hingga abad ke-19, produk kopi merupakan salah satu produk Belanda terpenting di Eropa. Christine Dobbin menyebut perang dagang, ini tentang dampak perubahan sosial masyarakat Minangkabau dalam kekacauan perdagangan di dalam negeri dan di pantai barat atau pantai timur. Sedangkan Belanda di lain pihak ingin menduduki atau memonopoli.

Selain itu, untuk memperkuat oposisi, pihak Jerman melanggar perjanjian gencatan senjata dengan menyerang desa Pandai Sikek yang merupakan salah satu daerah yang dapat membuat senjata dan senapan. Kemudian untuk memperkuat posisinya, pihak Jerman membangun sebuah benteng di Bukittinggi yang dikenal dengan nama Fort de Kock. Pada awal Agustus 1831, Lintau berhasil dikalahkan dan Luhak Tanah Datar berada di bawah kekuasaan Belanda. Namun Tuanku Lintau terus melakukan perlawanan dari daerah Luhak Limo Puluah.

BACA JUGA  Sebutkan Lima Contoh Karya Sastra Yang Termasuk Teks Nonfiksi

Perlawanan Kaum Badri A.masa Perjuangan B.perjuangan Melawan C.ringkasan Perjuangan

Sementara itu, saat Letkol. ini sudah berakhir. Namun, Letkol. Elut menyebut kehadiran Sendo di Lindau akan menimbulkan masalah baru. Beberapa dokumen resmi Belanda mengungkap kesalahan Sedot bersekongkol dengan Padri, sehingga Sedot dan pasukannya kembali ke Jawa. Di Jawa, Sedot gagal menghilangkan kecurigaan Jerman dan mengirimnya kembali ke Sumatera. Sentot ditawan dan dipenjarakan di Bengkulu, sedangkan pasukannya dibubarkan dan dimasukkan kembali ke dalam tentara Belanda.

Pada Juli 1832, pasukan militer besar dikirim ke Batavia di bawah komando Letnan Kolonel Ferdinand P. Vermeulen Krieger, untuk mengakhiri perang. Pada Oktober 1832, Luhak Limo Puluah berada di bawah kekuasaan Belanda ketika Tuanku Lintau meninggal.

Kemudian Kaum Padri tetap merasa nyaman dan mengakar di Kamang, namun semua pasukan Padri di Luhak Agam juga direbut Belanda setelah jatuhnya Kamang pada akhir tahun 1832, sehingga Kaum Padri terpaksa kembali meninggalkan wilayah Luhak dan menetap di Bonjol.

Selain itu, tentara Belanda mulai menyerbu banyak kubu kaum Padri. Pada bulan Januari 1833, tentara Belanda membangun benteng di Padang Matinggi, tetapi sebelum mereka dapat memperkuat posisinya, benteng tersebut diserang oleh kaum Padri yang dipimpin oleh Tuanku Rao, yang menewaskan banyak orang Belanda.

Perang Padri: Faktor Penyebab, Dampak, Dan Profil Tuanku Imam Bonjol

Namun dalam pertempuran Air Bangis, pada tanggal 29 Januari 1833, Tuanku Rao terluka parah dan terusir. Kemudian dia naik kapal untuk pergi ke penangkaran. Setelah saya di kapal, Tuanku Rao meninggal. Jenazahnya konon dibuang ke laut oleh tentara Belanda.

Sekitar 139 tentara Eropa dan tentara pribumi dikatakan telah tewas. Sultan Tangkal Alam Bagagar yang telah diangkat oleh Belanda sebagai Raja Muda Tanah Datar ditangkap oleh pasukan Letkol. Elout pada tanggal 2 Mei 1833 di Batusangkar dituduh makar dan dibawa ke Batavia. Dalam dokumen Belanda, Sultan Tangkal Alam Bagagar membantah terlibat dalam penyerangan terhadap banyak pos Belanda.

Perjuangan kaum muhajirin dan kaum anshar, perlawanan kaum padri, perjuangan kaum muhajirin, perlawanan perang padri, kaum padri, perlawanan padri, kisah perjuangan kaum muhajirin dan ansar

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment