Watak Karna

administrator

0 Comment

Link

Watak Karna – Dursasana atau Duhsasana (Dewanagari: दुःशासन; IAST: Duḥśāsana, दुःशासन) adalah tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah adik dari Duryodana, pemimpin Korawa, putra Raja Drestarasta dan Dewi Gandhari. Ia dikenal sebagai Korawa, yang merupakan orang nomor dua di antara seratus Korawa.

Tokoh ini berperan penting dalam Sabhaparwa (buku kedua Mahabharata) yang berkisah tentang permainan judi antara lima Pandawa melawan seratus Korawa. Draupadi, istri para Pandawa, menjadi budak para Korawa setelah bertaruh dalam sebuah pertandingan. Merasa seperti pemilik budak, Dushasana berusaha melepas paksa pakaian Draupadi namun gagal karena bantuan Kresna. Kejadian ini memperparah permusuhannya terhadap Bima. Akhirnya ia dibunuh oleh Bhima dalam perang Kurukshetra pada hari ke-16.

Watak Karna

Dalam pewayangan Jawa, Dursasana mempunyai seorang istri bernama Dewi Candramukiwati dan seorang putra yang kesaktiannya melebihi dirinya bernama Dursala. Ia digambarkan sebagai boneka yang bertubuh kuat, bermulut lebar, sifat sombong, suka bertindak semena-mena, suka menggoda wanita, dan suka menghina orang lain.

Berdasarkan Cerita Tersebut Tentukan

Nama Duhsasana terbentuk dari dua kata Sansekerta yaitu roh dan śāsana. Secara harfiah, kata Dusśāsana berarti ‘sulit diatasi’ atau ‘sulit diatasi’.

Dalam Adiparwa, Dushasana diceritakan lahir dari rahim Gandari dalam keadaan yang tidak wajar. Dikisahkan Gandhari merasa cemburu pada Kunti, adik iparnya, yang melahirkan seorang anak laki-laki bernama Yudistira saat ia belum juga melahirkan, padahal ia sudah hamil tua. Karena frustrasi, Gandari menampar perutnya dan menjatuhkan segumpal daging berwarna abu-abu dari perutnya. Resi Vyasa, paman suaminya, segera dipanggil ke istana untuk mengatasi keanehan tersebut. Berkat ilmunya, daging itu dipotong menjadi seratus bagian. Dia memasukkan potongan daging, masing-masing ke dalam panci, lalu menguburnya di tanah.

Setahun kemudian, salah satu potongan daging itu berubah menjadi seorang bayi bernama Duryodana, yang lahir bersamaan dengan putra kedua Kunti, Bhimasena. Beberapa saat kemudian, sepotong daging putra Gandhari lainnya berubah menjadi seorang anak kecil, diberi nama Dushasana. Kemunculan Dushasana bertepatan dengan kelahiran Arjuna, putra ketiga Kunti. Sisa dagingnya yang berjumlah 98 potong kemudian berubah menjadi bayi normal dengan lahirnya Nakula dan Sahadeva, putra kembar Madri, istri kedua Pandu.

Sekitar 100 putra Dhritarashtra dan Gandhari dikenal sebagai Korawas, sedangkan lima putra Pandu disebut Pandawa. Dikisahkan dalam Mahabharata, meski bersaudara sepupu, para Korawa selalu memusuhi Pandawa karena cemburu karena Yudistira dinobatkan sebagai pewaris takhta. Selain itu mereka dididik oleh pamannya yaitu Shakuni, saudara laki-laki Gandari yang marah terhadap Dinasti Kuru.

Vacation Photo Album

Litograf dari Chore Bagan Art (1895) menunjukkan Draupadi dibawa secara paksa ke aula tempat para Kurawa dan Pandawa bermain dadu.

BACA JUGA  Ips Kls 8

Dalam Sabhaparwa diceritakan bahwa rasa cemburu para Korawa terhadap para Pandawa semakin bertambah ketika kelima sepupu mereka berhasil membangun sebuah istana yang sangat indah bernama Indraprastha. Berkat bantuan licik Sangkuni, Korawa mampu merebut Indraprastha melalui permainan dadu.

Ketika Yudistira dan keempat adiknya kehilangan kemerdekaan, Duryodana masih terpaksa menantang Dropadi. Drupadi adalah seorang putri kerajaan Pancala yang dinikahkan oleh para Pandawa. Setelah Dropadi jatuh cinta pada Korava, Duryodana memerintahkan Dushasana untuk menyeret wanita itu keluar dari kamarnya.

Dushasana dengan kasar meraih Drupadi dan menyeretnya keluar kamar menuju taman bermain. Duryodhana kemudian memerintahkan Dushasana untuk menelanjangi Draupadi di depan umum. Tidak ada seorangpun yang mempunyai kekuatan untuk menolong Drupadi. Dalam keadaan tertekan, Draupadi berdoa memohon pertolongan Tuhan. Sri Krishna pun mengirimkan bantuan gaib agar pakaian yang dikenakan Draupadi seolah tak ada habisnya meski Dushasana tak henti-hentinya mencabutinya. Akhirnya Dushasana sendiri terjatuh karena kelelahan.

Leftenan Muda Adnan Saidi

Setelah kejadian itu, Draupadi berjanji tidak akan menyanggul rambutnya sampai ia mencucinya dengan darah Dushasana, dan Bhimasena (Pandawa lainnya) juga berjanji akan memotong tangan Dushana dan meminum darahnya.

Puncak permusuhan antara Pandawa dan Korawa meletus pada pertempuran besar di Kurukshetra. Pada hari keenam belas, Dushasana melawan Bimasena. Dalam pertarungan tersebut, Bimasena berhasil menarik lengan Dušana hingga patah, lalu merobek dadanya dan meminum darah sepupunya tersebut. Bimasena kemudian meninggalkan segenggam darah Dushasana untuk dioleskan ke rambut Dropadi yang sudah menunggu di tenda.

Dalam pewayangan Jawa, Dursasana mempunyai tempat tinggal bernama Kasatriyan Banjarjuput. Istrinya bernama Dewi Candramukiwati, dan darinya lahirlah seorang putra perkasa bernama Dursala. Namun Dursala tewas sebelum pecah perang Baratayuda di tangan Gatotkaca putra Wrekudar.

Kisah kematian Dushasana dalam wayang bahkan lebih dramatis lagi. Konon sepeninggal putra Duryudana Lesmana Mandrakumara pada hari ketiga belas, Dushasana dilantik sebagai putra mahkota baru. Namun Duryudana melarangnya ikut perang dan menyuruhnya kembali ke Hastina dengan alasan melindungi Dewi Banowati, adik iparnya. Banowati merasa resah dengan kedatangan Dušana. Ia menghina menantunya sebagai seorang pengecut yang takut mati. Menanggapi hal tersebut, Dushasana membeberkan hubungan Banowati dengan Arjuna. Ia menuduh Banowati sebagai mata-mata Pandawa. Sebagai pembenaran, ia menuding Banowati lebih berduka atas meninggalnya Abimanyu, putra Arjuna, dibandingkan meninggalnya Lesmana, anaknya sendiri.

Cerita Wayang 1

Karena terus-menerus dihina sebagai pengecut, Dušanana kembali ke medan perang dan berperang melawan Bima. Ia kalah dalam pertempuran dan melarikan diri bersembunyi di Sungai Cingcing Gumuling. Bhima hendak ikut namun dihentikan oleh Kresna (penasihat Pandawa) karena sungai itu disihir oleh Resi Drona. Jika para Pandawa menurutinya, mereka pasti akan mendapat kesialan. Dushasana kembali ke daratan dan mengejek nama Pandu. Bima murka dan kembali mengejarnya. Namun Dushasana kembali terjun ke sungai. Hal ini telah terjadi berkali-kali. Akhirnya muncullah hantu dua tukang perahu bernama Tarka dan Sarka yang dibunuh Dušana sebagai korban demi kemenangan Kurava.

BACA JUGA  Daerah Penghasil Kerajinan Perak Adalah

Saat Dushasana kembali ke Tanah Air untuk kembali mengejek nama Pandu, Tarka dan Sarka pun langsung beraksi. Saat Dušana ingin melompat karena Bima mengejarnya, kakinya tersandung sehingga tidak bisa mencapai sungai. Bima segera menjambak rambut Dušana dan menyeretnya menjauh dari Sungai Cingcing Gumuling. Melihat adiknya menderita, Duryudana segera memohon agar Bima memaafkan Dushasana, bahkan berjanji bahwa perang akan berakhir di hari yang sama, dengan kemenangan Pandawa. Ia juga meninggalkan kerajaan Hastina dan Indraprasta selama Dushasana dibebaskan.

Tawaran Duryodhana membuat Bhim ragu-ragu. Namun Kresna, penasihat Pandawa, mendesaknya untuk tidak memaafkan Dushasana. Menurutnya, Pandawa akan menang meski tanpa pelepasan Dusan. Kresna yang mengingatkannya akan kekejaman Korava berhasil mengobarkan kembali emosi Bima. Bhima meninju Duryudana hingga terbang jauh lalu dengan kasar memotong kedua tangan Dushasana. Dalam keadaan terdistorsi, tubuh Dušana membusuk dan Bima meminum darahnya hingga hilang. Masih belum puas, Bhima memecah tubuh Dushasana menjadi potongan-potongan kecil. Saat itulah muncul Dewi Drupadi didampingi Yudhistira untuk mengambil ikrar darah Dushasana. Bhima mengumpulkan kumis dan janggutnya yang masih basah oleh darah musuhnya, dan mengusapkannya ke rambut Draupadi.

Setelah Korawa hancur total, Kerajaan Hastina jatuh ke tangan Pandawa. Bhima menduduki istana Dursasana yaitu Banjarjunut sebagai tempat tinggalnya.

Dulu Baru 20 Yaa Karna Cuma Bisa Ngrim Fot 5

Kisah selengkapnya ini dapat disimak dalam pertunjukan wayang kulit ‘Gathutkaca Bawah’ atau ‘Dursasana Jambak’ atau juga ‘Karna Tanding’. Dalam versi Gagrag Mataraman atau Surakarta, diceritakan bahwa setelah Gatotkaca terbunuh oleh tombak Kuntawijayadanu, Bhima mengejar pembunuh putranya, Adipati Karna. Di tengah malam yang gelap, saat Bima dan para pengawalnya masih rajin mencari Karna, tiba-tiba Dusana dan prajuritnya datang dan menyudutkan Bima. Dalam pertemuan tersebut, Dushasana menantang Bima untuk berkelahi, namun Bima tidak menghiraukannya. Dushasana menyerang Bhima dengan ganas dan keduanya bertempur di tepi sungai. Petruk yang mengetahui tuannya sedang melawan Dushanana segera melapor kepada Kyai Semar Badranaya dan Prabu Kresna. Mereka segera menuju lokasi kejadian.

Pertarungan antara Bhima dan Dushasana berlangsung sengit dan para penjaga di kedua sisi yang melihat tidak berani menghentikannya dan hanya bisa menonton. Pertarungan ini diwarnai dengan saling sindir, emosi yang membara dari keduanya, hingga akhirnya Dušasan kelelahan dan berniat melarikan diri dari pertarungan tersebut. Dia dicegat oleh Bima. Setelah dipukul, Duryudana dan Korawa lainnya datang menemui Bima. Duryudana memohon agar adiknya tidak disiksa terus menerus, dan berjanji jika Dushasana diampuni maka Kerajaan Hastina dan Kerajaan Amarta akan diberikan secara sukarela. Bhima mendengar tawaran Duryudana dan menghentikan penyiksaan Dushasana. Bhima teringat bahwa Dushasana telah menarik rambut Devi Draupadi, dan Bhima kembali menarik rambut Dushasana.

BACA JUGA  Ciri Ciri Carpon Sunda

Tak lama kemudian, Prabu Kresna dan Kyai Semar Badranaya tiba. Mereka menyarankan agar seseorang tidak menyapa Dushasana. Semar mengatakan bahwa Dushasana pantas mendapat hukuman yang lebih besar atas dosa-dosanya terhadap Deva Draupada yang sampai saat ini tidak mau memakai sanggul karena Dushasana menjambak rambutnya dan menyeretnya ke kasino. Sedangkan Prabu Kresna mengatakan bahwa Dursasana pernah berjanji jika kerajaan Hastina Pandawa menyerah maka darahnya akan siap dijadikan minuman bagi para Pandawa untuk melepas dahaga setelah divonis 12 tahun pengasingan. Lamaran mereka membangkitkan kembali emosi Bima sehingga ia memutuskan untuk membunuh Dušanana. Ia meminum darah Dushasana dan mengungkapkannya kepada dewi Drupadi untuk mencuci rambutnya. Sedangkan kulitnya dikupas untuk dijadikan ikat kepala Begawan Abyas: “Hidupmu LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KERJA untuk orang lain.” Penulis juga aktif dalam penelitian dan pengembangan di Pepada Kab. Tuban dan aktivis Sambang Pramitra.

21 Maret 2019 14:17 21 Maret 2019 14:17 Diperbarui: 31 Maret 2019 00:37 446 9 1

Let’s Trade Instagrams!!

Boneka tidak ada bedanya dengan manusia, ada yang mempunyai sifat baik dan ada pula yang buruk. Oleh karena itu, setiap orang harus cerdas dalam memilih temannya.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu berteman dengan orang-orang yang jelas-jelas berada di luar lingkaranmu (karena) hal itu niscaya akan mendatangkan celaka kepadamu terus-menerus” (QS. Ali Imran [3]: 118).

Saudaraku, sepertinya dalam permainan wayang, nasehat memilih teman yang baik juga ada di salah satu ceritanya.

Bahkan Raden Karno merupakan salah satu dari 3 satria

Pembullyan Bisa Terjadi Karena Ada Watak Adik Kelas Atau Teman Kita Polos, Padahal Maksudnya Baik Hati Dari Pada Membully Atau Mengganggu Orang Lai

Wayang karna, watak, mengenal watak, karna tanding, tes watak, kisah karna, watak gemini, watak sagitarius, test watak, karna, watak pisces, watak aquarius

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment