Jelaskan Sudut Pandang Secara Vertikal Terhadap Kebhinekaan Di Indonesia

administrator

0 Comment

Link

Jelaskan Sudut Pandang Secara Vertikal Terhadap Kebhinekaan Di Indonesia – Artikel ini sebagian besar diambil dari buku yang ditulis oleh Dr. Nasikun – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, diterbitkan oleh Grafiti Press, tahun 1984 (edisi pertama). Memang sudah lama sekali, namun karena banyaknya budaya Indonesia, sehingga ketika buku ini dibaca pada tahun 2011, cerita-cerita yang diceritakan dalam buku tersebut – serasa – masih relevan. Cerita lain yang melengkapi cerita ini adalah apa yang disampaikan oleh Dr. Tulis Nasikun pada sebuah seminar di Surabaya pada tahun 1990.

Struktur masyarakat Indonesia dicirikan oleh dua ciri khusus, yaitu (1) horisontal, diketahui adanya golongan berdasarkan ras, agama, adat istiadat dan daerah. Sedangkan (2) secara langsung, taraf hidup masyarakat Indonesia sangat berbeda antara tinggi dan rendah.

Jelaskan Sudut Pandang Secara Vertikal Terhadap Kebhinekaan Di Indonesia

Perbedaan etnis, agama, budaya, dan daerah sering disebut-sebut sebagai ciri khas penduduk Indonesia, istilah yang diciptakan Furnivall untuk menggambarkan orang Indonesia pada masa Hindia Belanda. Konsep pluralisme yang digunakan para sosiolog saat ini merupakan perluasan dari konsep Furnivall.

Modul 4 2

), yaitu masyarakat yang terdiri dari dua hal atau lebih yang berdiri sendiri-sendiri tanpa bercampur secara politik (JS Furnivall, Netherland India: A Study of Plural Economy, Cambridge at The University Press, 1967, p 446-469).

Istilah heterogen sebenarnya berbeda dengan pengertian heterogen. Agregasi atau multiplisitas bertentangan dengan singularitas atau singularitas. Begitu banyak orang yang bukan kelompok khusus. Kelompok adalah kelompok yang mengusung budaya yang sama, bilamana terdapat banyak orang, terdapat kelompok yang berbeda, suku dan budaya, yang menganut budaya (subkultur) yang berbeda satu sama lain. Masyarakat pedesaan berhak disebut kelompok lain asalkan berasal dari golongan SARA (suku, agama, ras atau bahkan golongan/golongan) yang berbeda, tidak dikategorikan atas dasar SARA. Keberagaman adalah kebalikan dari budaya homogen. Disebut homogen jika anggota kotamadya berasal dari SARA yang sama. Disebut heterogen jika berasal dari SARA yang lain, namun – sekali lagi – tidak dikelompokkan (dibagi) berdasarkan SARA tersebut (Budiono Kusumohamidjoyo (2004), dalam Keberagaman Masyarakat di Indonesia, Suatu Masalah Filsafat Kebudayaan, Jakarta: PT Grasindo, hal45 pa).

Sebagai kelompok yang majemuk, Furnivall mengatakan Indonesia saat itu merupakan tipe masyarakat tropis yang penguasa dan penguasanya berbeda ras. Belanda, sebagai kelompok kecil, merupakan penguasa yang menguasai mayoritas masyarakat Indonesia yang merupakan kelas tiga di negaranya. Kelompok masyarakat Tionghoa, sebagai kelompok terbesar di antara masyarakat asing di Timur, menempati tempat di antara kedua kelompok tersebut.

BACA JUGA  Sultan Bayanullah

Dalam kehidupan politik, tanda mayoritas Indonesia yang paling umum adalah tidak adanya kemauan tunggal (

Program Studi S1 Sosiologi

); Masyarakat Indonesia mempunyai hal-hal yang dipisahkan oleh perbedaan ras yang mempunyai jumlah penduduk lebih banyak dibandingkan masyarakat lainnya.

Orang Belanda datang ke Indonesia hanya untuk bekerja, mereka tidak tinggal di Indonesia. Hidupnya hanya bergantung pada pekerjaannya. Mereka memandang persoalan-persoalan sosial, ekonomi, politik, sosial dan lain-lain masyarakat Indonesia bukan sebagai warga negara apalagi warga negara, melainkan sebagai kapitalis atau majikan atas pekerjanya. Kebanyakan dari mereka telah tinggal di Indonesia selama kurang lebih 20 tahun, namun mereka lebih memilih menghabiskan masa tuanya di Belanda.

Orang Timur, khususnya Cina, sama seperti orang Belanda. Mereka datang ke Indonesia untuk mencari kekayaan. Kehidupan penduduk asli pun sama, kehidupan mereka adalah kehidupan para budak di tanah mereka.

Ketiga golongan masyarakat tersebut merupakan suku bangsa yang masing-masing mempertahankan atau melestarikan cara berpikir, perasaan dan tindakan kelompoknya, yang mengakibatkan tidak adanya kemauan kelompok sebagai suatu kelompok yang utuh atau alamiah.

Axiologi Islam Terhadap Kebudayaan Pdf

Inilah gambaran masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda seperti yang digambarkan oleh Furnivall. Keadaan saat ini tentu berbeda dengan masa lalu. Namun setelah adanya beberapa perubahan definisi pluralisme yang dilakukan setelah generasi Furnivall, konsep pluralisme dapat digunakan untuk menganalisis keadaan masyarakat Indonesia saat ini.

Mengabaikan tampilannya yang tetap pada saat ini, maka makna konsep jamak menurut Furnivall adalah suatu kelompok yang sistem nilainya diterima oleh berbagai kelompok masyarakat yang menjadi bagiannya, sehingga masyarakat yang ada mempunyai sedikit loyalitas terhadap kelompok tersebut. semuanya. , mereka memiliki sedikit status sosial dan bahkan tidak memiliki dasar saling pengertian.

. Kelompok yang demikian ditandai dengan tidak berkembangnya sistem nilai atau kesepakatan yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat, dan berkembangnya sistem nilai dari kelompok masyarakat yang tergabung di dalamnya, serta adanya ketaatan yang ketat dari pihak-pihak yang terlibat. anggota. dalam bentuk sempurnanya adalah seringnya meningkatnya konflik sosial, atau kurangnya kerjasama dan rasa saling percaya antar kelompok masyarakat yang menjadi bagiannya. Berkenaan dengan hal tersebut, Clifford Geertz menjelaskan bahwa kelompok massa adalah kelompok yang terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil yang dihubungkan oleh hubungan-hubungan sebelumnya.

BACA JUGA  Sebutkan Hubungan Taat Dengan Disiplin Serta Beragama Yang Baik

Konsep keberagaman/keberagaman yang dikembangkan Furnivall cocok untuk menjelaskan masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda, dimana terdapat tiga golongan yang berbeda yaitu golongan kulit putih, Tionghoa, dan pribumi.

Pdf) Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Mahasiswa Merevitalisasi Kembali Wawasan Kebangsaan

Sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, kelompok-kelompok Eropa yang sebelumnya menduduki posisi besar tidak lagi bergabung dengan bangsa Indonesia. Jadi sejak saat itu, besaran yang ada adalah besaran internal yang ada di kalangan penduduk asli dan mempunyai arti yang lebih penting daripada yang dimiliki Furnivall.

Dalam pidatonya pada Seminar Pluralitas, Ketimpangan Sosial dan Integrasi Nasional di Surabaya pada tanggal 23 Juli 1990, Dr. Nasikun mengatakan, setelah berdirinya, mayoritas masyarakat dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: (1) mayoritas masyarakat. dengan persaingan sempurna, (2) lebih banyak orang dengan lebih banyak orang, (3) lebih banyak orang dengan lebih banyak orang. kelompok minoritas dan (4) kelompok mayoritas yang terpecah.

Kelompok pertama merupakan kelompok besar masyarakat yang mempunyai sedikit banyak suku bangsa, sehingga untuk mencapai keselarasan sosial atau stabilnya pemerintahan diperlukan kerjasama antaretnis.

Kelompok kedua dan ketiga merupakan tipe penduduk mayoritas yang berbeda dengan sistem non-rasis, sedangkan tipe lainnya (kelompok mayoritas pada kelompok kedua dan kelompok minoritas pada kelompok ketiga)

Dokumen Dari Rintan

Kelompok pluralistik kategori keempat (dengan fragmentasi) mencakup kelompok yang terdiri dari kelompok multietnis yang masing-masing anggotanya sedikit dan tidak ada satupun yang mempunyai peran politik besar. Kehidupan politik dalam masyarakat dengan konfigurasi seperti ini tidak stabil, akibat kegagalan pertumbuhan

Hal ini diperlukan untuk menyelesaikan konflik-konflik yang seringkali kacau akibat ketidakpercayaan etnis dan adanya rezim yang represif.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi kelebihan penduduk di Indonesia. Pertama, sifat wilayah Indonesia yang tersebar di tiga ribu pulau di sepanjang garis khatulistiwa, sekitar tiga ribu kilometer dari timur ke barat, dan seribu kilometer dari utara ke selatan, merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberadaan banyak spesies dan pengaruh Indonesia.

Ketika nenek moyang bangsa Indonesia masa kini mulai berdatangan secara bergelombang sebagai pendatang ke wilayah yang kita kenal dengan nama Tiongkok Selatan di dunia pada dua ribu tahun sebelum masehi, maka tempat yang sama terpaksa harus menetap di wilayah yang berbeda, satu sama lain secara terpisah. Keterisolasian ini kemudian menyebabkan masyarakat yang tinggal di setiap pulau atau bagian nusantara menjadi kelompok etnis yang sangat jauh dari kelompok etnis lainnya. Setiap suku memiliki sejumlah orang yang dipersatukan oleh ikatan emosional dan menganggap dirinya berbeda ras. Dengan sedikit pengecualian, kelompok masyarakat ini tumbuh dan akhirnya berbagi bahasa dan warisan budaya yang sama. Selain itu, mereka sering kali mengembangkan keyakinan bahwa mereka memiliki warisan yang sama, keyakinan yang sering kali didukung oleh cerita rakyat.

BACA JUGA  Cerita Sedih Bahasa Jawa

Belajar Dan Pembelajaran

Mengenai jumlah suku bangsa yang sebenarnya ada di Indonesia, nampaknya terdapat perbedaan pendapat di kalangan sosiolog. Hildred Geertz misalnya mengatakan ada sekitar 300 suku bangsa di Indonesia yang masing-masing memiliki bahasa dan budaya berbeda.

Skinner mengatakan, terdapat lebih dari 35 suku bangsa di Indonesia, dan masing-masing suku mempunyai tradisi yang berbeda-beda. Selain menyebutkan banyaknya spesies yang dimiliki masyarakat Indonesia, Skinner juga memaparkan pertumbuhan spesies tersebut. Beberapa suku utama, menurut Skinner, adalah Jawa, Sunda, Madura, Minangkabau, dan Bugis. Lalu ada jenis lain yang jumlahnya sangat banyak seperti Bali, Batak Toba, dan Sumbawa.

Meskipun statistik ini sudah dibuat sejak lama, dengan melihat angka kelahiran, angka kematian, atau pertumbuhan penduduk, statistik tersebut mungkin masih dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi saat ini.

Menurut definisi etnisitas oleh para sosiolog, Dr. Nasikun menempatkan orang Tionghoa sebagai salah satu suku bangsa Indonesia dan menurut laporan Badan Pusat Statistik serta berdasarkan perkiraan 3% penduduk Tionghoa dan mengingat sekitar 100.000 orang Tionghoa kembali ke Tiongkok pada tahun 1959 dan 1960. Jumlah Penduduk Terdapat 2,45 juta orang Tionghoa di Indonesia pada tahun 1961, sedangkan jumlah penduduk pada saat itu adalah 90,882 juta jiwa. Meskipun jumlah orang Tionghoa sangat kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk di negara tersebut, namun karena peran penting mereka dalam perekonomian, mereka mempunyai pengaruh yang besar terhadap hubungan mereka dengan kelompok etnis lain (dikenal sebagai apa?

Buku Ajar Pancasila

Sudut pandang bandung, sudut pandang pengarang, sudut pandang adalah, definisi sudut pandang, macam macam sudut pandang, arti sudut pandang, pengertian sudut pandang, sudut pandang orang, sudut pandang kopi, sudut pandang orang ketiga, sudut pandang dalam drama, sudut pandang

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment